Page 127 - Bimbingan Spiritual Logoterapi Kearifan Lokal
P. 127

Bimbingan Spiritual: Logoterapi Kearifan Lokal

            C.  Blegiran
                Dalam kehidupan kesehariannya, komunitas ini tergolong
            unik.  Sehari-hari  kemana-mana  hanya  memakai  celana
            yang panjangnya sampai lutut, telanjang  dada, dan tidak
            menggunakan alas kaki. Mereka juga melengkapi diri dengan
            berbagai aksesori seperti kalung dari bambu, serta berbagai
            pernak pernik seni kriya lainnya, termasuk ukiran lambang
            Pancasila lengkap dengan tulisan “Bhinneka Tunggal Ika”.

                Sepintas,  penampilan  mereka  mirip suku  Dayak  di
            Kalimantan,  kendati mereka mengakui tidak  ada pertalian
            sama  sekali  dengan  etnis tersebut.  Mereka juga  tidak
            memiliki KTP, berkendaraan tidak menggunakan helm tapi
            memakai topi bambu  petani yang  dicat warna hitam, serta
            tidak  melengkapi diri  dengan  SIM  (surat  izin mengemudi).
            Akibatnya, kerap terjadi  ketegangan hubungan antara
            pemerintah dengan pengikut komunitas tersebut.
                Kebiasaan  bertelanjang  dada dimaksudkan agar dapat
            merasakan sengatan  matahari  dan dinginnya malam,  serta
            bisa terus menginjak bumi, sebagai bagian keharusan untuk
            menyatu  dengan  alam.  Untuk  sampai  pada  tahap  blegiran
            (telanjang  dada), menurut  Takmad  Diningrat, jumlahnya
            mencapai sekitar 400  orang. Sedangkan jumlah  pengikut
            komunitas tersebut namun masih berpakaian seperti warga
            lainnya, diperkirakan mencapai 7.000 orang lebih. Disamping
            di wilayah Kab. Indramayu, mereka tersebar di berbagai kota,
            termasuk di Jawa Tengah.
                Anggota  komunitas suku Dayak perempuan, mereka
            berpenampilan  fisik  tidak  berbeda  dengan  anggota
            masyarakat pada umumnya, yang membedakan adalah mereka
            memakai  gelang  yang  terbuat  dari bambu  baik  di tangan
            maupun  di kaki  mereka.  Blegiran  juga  menjadi simbol  dari
            keberadaan dan tingkatan komunitas ini, hal ini sebagaimana
            yang disampaikan oleh Nanto (salah satu anak dari Takmad
            Diningrat) yang menyatakan;

             120
   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132