Page 247 - Menelisik Pemikiran Islam
P. 247
Pada tahun 1940 Ahmad Hasan beserta muridnya
pindah ke Bangil, Jawa Timur, dan pesantren yang di
Bandung dilanjutkan oleh K.H E Abdurrahman. Pada masa
penjajahan Jepang, organisasi ini kurang berkembang
karena dalam menjalankan usaha pergerakannya banyak
menentang kebijaksanaan penjajah yang menyuruh
melakukan Sei Kerel, yaitu memberi hormat kepada Kaisar
Jepang, dengan cara membungkukan badan 90 derajat ke
Arah Tokyo.
Pada tanggal 8 November 1945, Persis turut
membidani lahirnya Masyumi di Yogyakarta sebagai wadah
politik umat Islam di Indonesia. Persis menjadi anggota
istimewa dalam Masyumi di samping Muhammadiyah dan
NU. Sejak ini Persis aktif di bidang politik, K.H Isa Ansari
sebagai ketua Persis pada waktu itu.
Ditunjuk sebagai ketua umum partai Masyumi wilayah
Jawa Barat (1950-1954), dan pernah pula ditunjuk sebagai
anggota dewan pimpinan Masyumi tahun (1954-1960).
Sejak Masyumi membubarkan diri pada tanggal 13
September 1960, Persisi tidak aktif lagi di bidang politik.
Pada kepemimpinan K.H E Abdurrrahman (1961-1983),
Persis mengeluarkan tausiah (fatwa) yang melarang semua
anggota dan pesantren serta ustadz untuk aktif di bidang
politik praktis.
Pada masa kepemimipnan K.H. Isa Anshari, ia dapat
memper-satukan Ahmad Hasan, pimpinan pesantren
Bangil, dengan K.H E Abdur-rahman pimpinan pesantren
Persis Bandung, sehingga pemikiran mereka bisa dijadikan
bahan pertimbangan bagi kebijaksaan yang hendak diambil.
Ketika Ahmad Hasan wafat kepemimpinan pesantren Bangil
diserahkan kepada putranya A Qodir Hasan. K.H E
240 | Asep Solikin

