Page 7 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 7
Meninggalkan kesenangan dan kemewahan padahal
sebagian orang juga bisa melakukan tanpa
meninggalkannya. Tapi, itulah jalan yang setiap orang
berhak untuk menempuhnya. Ada sebuah cerita tentang hal
ini yang menarik bagaimana dengan kemewahannya ini
menutupi diri demi menempun kenikmatan menempuh
jalan Tuhannya. Ceritanya kira kira seperti ini, tersebutlah
seorang sufi bernama Nidzam al-Mahmudi. Ia tinggal di
sebuah kampung terpencil, dalam sebuah gubuk kecil. Istri
dan anak-anaknya hidup dengan amat sederhana. Akan
tetapi, semua anaknya berpikiran cerdas dan berpendidikan.
Selain penduduk kampung itu, tidak ada yang tahu
bahwa ia mempunyai kebun subur berhektar-hektar dan
perniagaan yang kian berkembang di beberapa kota besar.
Dengan kekayaan yang diputar secara mahir itu ia dapat
menghidupi ratusan keluarga yang bergantung padanya.
Tingkat kemakmuran para kuli dan pegawainya bahkan
jauh lebih tinggi ketimbang sang majikan. Namun, Nidzam al-
Mahmudi merasa amat bahagia dan damai menikmati
perjalanan usianya. Salah seorang anaknya pernah bertanya:
“Mengapa Ayah tidak membangun rumah yang besar dan
indah. Bukankah Ayah mampu?”
Sang Ayah pun menjawab: “Ada beberapa sebab
mengapa Ayah lebih suka menempati sebuah gubuk kecil:
Pertama, Karena betapapun besarnya rumah kita, yang
kita butuhkan ternyata hanya tempat untuk duduk dan
berbaring. Rumah besar sering menjadi penjara bagi
penghuninya. Sehari-harian ia cuma mengurung diri sambil
menikmati keindahan istananya. Ia terlepas dari
masyarakatnya dan ia terlepas dari alam bebas yang indah
vi