Page 8 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 8
ini. Akibatnya ia akan kurang bersyukur kepada Allah.”
Anaknya yang sudah cukup dewasa itu membenarkan
ucapan ayahnya dalam hati. Apalagi ketika sang Ayah
melanjutkan argumentasinya.
Kedua, dengan menempati sebuah gubuk kecil, kalian
akan menjadi cepat dewasa. Kalian ingin segera memisahkan
diri dari orang tua supaya dapat menghuni rumah yang lebih
leluasa.
Ketiga, kami dulu cuma berdua, Ayah dan Ibu. Kelak
akan menjadi berdua lagi setelah anak-anak semuanya
berumah tangga. Apalagi Ayah dan Ibu menempati rumah
yang besar, bukankah kelengangan suasana akan lebih
terasa dan menyiksa?”
Si anak tercenung, alangkah bijaknya sikap sang ayah
yang tampak lugu dan polos itu. Ia seorang hartawan yang
kekayaannya melimpah, akan tetapi keringatnya setiap hari
selalu bercucuran.
Ia ikut mencangkul dan menuai hasil tanaman. Ia betul-
betul menikmati kekayaannya dengan cara yang paling
mendasar. Ia tidak melayang-layang dalam buaian harta
benda sehingga sebenarnya bukan merasakan kekayaan,
melainkan kepayahan semata-mata. Sebab banyak hartawan
lain yang hanya bisa menghitung-hitung kekayaannya dalam
bentuk angka-angka. Mereka hanya menikmati lembaran-
lembaran kertas yang disangkanya kekayaan yang tiada tara.
Padahal hakikatnya ia tidak menikmati apa-apa kecuali
angan-angan kosongnya sendiri.
Kemudian anak itu lebih terkesima tatkala ayahnya
meneruskan: “Anakku, jika aku membangun sebuah istana
anggun, biayanya terlalu besar. Dan biaya sebesar itu kalau
vii