Page 197 - Catatan Peradaban Islam
P. 197

pendapat tentang mukmin yang melakukan dosa besar,
                 pelaku  dosa  besar  menurut  Al-Bashri  jika  meninggal
                 sebelum  sempat  bertaubat  tidaklah  menjadi  kafir
                 seperti  pandangan  orang  khawarij,  melainkan  tetap
                 sebagai  seorang  yang  beriman,  namun  kadar
                 keimanannya  berkurang.  Wasil  tidak  sepakat  dengan
                 Hasan  Al-Bashri.  Menurutnya,  pelaku  dosa  besar  itu
                 tidaklah mukmin dan tidak pula kafir. Dikatakan tidak
                 mukmin karena iman itu suci, sedangkan pelaku dosa
                 besar  jelaslah  keji  dan  kotor.  Sungguh  pun  demikian
                 tidaklah sama dengan orang kafir, karena pelaku dosa
                 besar itu masih memiliki iman. Bagaimana nasib orang
                 ini di akhirat? Menurut Wasil jika pelaku dosa besar ini
                 tidak sempat bertaubat hingga meninggal dunia, maka
                 tempatnya  bukanlah  di  surga.  Sebab  surga  itu  hanya
                 untuk orang-orang suci. Ia akan kekal di neraka, namun
                 lebih ringan siksaannya dari orang kafir. Pendapat ini
                 menurut Wasil paling rasional atau masuk akal, sebab di
                 akhirat hanya ada dua tempat, surga dan neraka. Dan
                 nasib  seseorang  tergantung  kepada  perbuatannya  di
                 dunia.
                    Setelah berdebat dengan beradu argumentasi, Wasil
                 meninggalkan  forum  kajian  tersebut.  Kemudian  para
                 peserta lainnya berkata “I’tazala”’ dia memisahkan diri
                 dari  kita.  Ungkapan  ini  mengandung  dua  pengertian.
                 Pertama;  pendapat  Wasil  tentang  status  dosa  besar
                 berbeda  dengan  pendapat  mayoritas.  Kedua;  Wasil
                 membentuk forum pengkajian tersendiri dengan para
                 pengikutnya  pada  salah  satu  pojok  masjid  Bashrah.
                 Sejak saat itu kelompok ini disebut dengan Mu’tazilah.
                    Ajaran dasar Mu’tazilah memiliki lima ajaran dasar
                 yang  disebut  dengan  Al-Ushul  Al-khamsah  atau  lima

            190 | Asep Solikin dan M. Fatchurahman
   192   193   194   195   196   197   198   199   200   201   202