Page 12 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 12
Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan. Merealisasikan ide progresif ini,
Kiai Dahlan kemudian merombak ruang tamu rumahnya menjadi sebuah ruang
kelas. Dari ruang kecil inilah awal mula lahirnya Amal UsahaMuhammadiyah
di bidang pendidikan yang di kemdian hari berkembang beratus bahkan
beribu Amal Usaha di seluruh penjuru tanah air. Rintisan Kiai Dahlan ini
di kemudian hari terus berkembang seiring dengan berkembangnya cabang-
cabang Muhammadiyah di seantero Indonesia.
Hingga saat ini, di usianya yang telah mencapai satu abad, Muhammadiyah
telah memiliki lebih dari 15.000 lembaga pendidikan mulai dari tingkat
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi yang tersebar di seluruh tanah
air, Hal ini menjadi salah satu bukti nyata kontribusi Muhammadiyah
untuk bangsa Indonesia pada khususnya dan untuk kemanusiaan secara
luas yang sekaligus menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-
kemasyarakat dan basis organisasi masyarakat sipil (civil society) terbesar
dan terkuat di dunia dengan dukungan sumberdaya daya struktur organisasi
yang mapan.
Saat itu, di Indonesia berkembang 2 (dua) sistem pendidikan; pendidikan
Barat dengan sekolah-sekolah formalnya yang didirikan oleh pemerintah
Hindia-Belanda dan pendidikan non formal berupa pesantren yang diasuh
oleh para ahli agama (baca: kiai). Kedua sistem pendidikan ini tidak hanya
berbeda dari secara formalitas dan legalitasnya. Akan tetapi keduanya
mempunyai karakteristik yang berbeda dari segi kurikulum, proses, maupun
tujuannya. Pendidikan Barat adalah sistem pendidikan sekular yang tidak
memasukkan agama di dalamnya. Sebaliknya, pendidikan pesantren tidak
memasukkan “materi-materi umum” di dalamnya. Perbedaan mendasar ini
membawa implikasi yang serus tidak hanya pada hasil lulusannya (outcame),
tapi juga berpengaruh pada ranah sosial yang lebih luas.
Di tengah situasi semacam inilah pendidikan Muhammadiyah lahir.
KH. Ahmad Dahlan merintis jalan baru sistem pendidikan Indonesia dengan
mamadukan antara sistem pendidikan Barat dan pesantren. Terobosan baru
pendidikan Muhammadiyah ini berhasil mengakhiri dikotomi pendidikan
[10] K.H. Ahmad Dahlan