Page 14 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 14
ke Indonesia adalah murni untuk kepentingan ekonomi. Kekayaan
sumber daya alam Indonesia terutama rempah-rempahnya sangat
menarik perhatian Belanda. Untuk kepentingan inilah kemudian mereka
mendirikan semacam badan/organisasi dagang yang dikenal dengan
VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie/Perkumpulan Dagang India
Timur).). Organisasi ini didirikan pada tanggal 20 Maret 1602, atas
prakarsa Pangeran Maurits dan Olden Barneveld. Pengurus pusat VOC
terdiri dari 17 orang. Pada tahun 1602 VOC membuka kantor pertamanya
di Banten yang di kepalai oleh Francois Wittert.
Seiring dengan berjalannya waktu, Belanda kian menyadari akan
kekayaan sumber daya alam negeri seribu pulau ini. Indonesia ternyata
tidak hanya kaya rempah-rempah. Secara keseluruhan Indonesia adalah
percikan surga. Negeri kaya raya dengan berbagai macam potensi dan
kekayaan alam di dalamnya. Hal inilah yang membuat Belanda betah
berlama-lama di Indonesa dan bermaksud mengekalkan penjajahannya.
Motif awal yang hanya sekedar ingin mengeruk keuntungan ekonomi
kemudian berkembang ke sektor politik. Belanda ingin menduduki
Indonesia di bawah pemerintahannya. Motif inilah kemudian yang
membawa konsekuensi pada banyak hal, termasuk sektor pendidikan.
Secara umum sistem pendidikan yang ada pada masa VOC adalah:
1) Pendidikan Dasar, 2) Sekolah Latin, 3) Seminarium Theologicum
(Sekolah Seminari), 4) Academie der Marine (Akademi Pelayanan),
5) Sekolah Cina, 6) Pendidikan Islam. VOC sendiri sebenarnya lebih
cenderung pada kepentingan ekonominya. Namun tak dapat dipungkiri
di lain pihak dia juga mendukung sekolah Kristen. Hal ini dibuktikan
dengan adanya satu pasal dalam hak actroi VOC yang berbunyi: ”Badan
ini harus berniaga di Indonesia dan bila perlu boleh berperang. Dan
harus memperhatikan perbaikan agama Kristen dengan mendirikan
sekolah”. Ketika Van den Boss menjadi Gubernur Jenderal di Batavia
pada tahun 1831, keluarlah kebijakan bahwa sekolah-sekolah gereja
dianggap dan diperlukan sebagai sekolah pemerintah. Departemen yang
[12] K.H. Ahmad Dahlan