Page 16 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 16

(lima) tahun. Sekolah ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pegawai
                       pemerintah, sektor perdagangan, dan perusahaan. Adapun mata pelajaran
                       yang dipelajari  terdiri dari: membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi,
                       sejarah, pengetahuan alam, menggambar, dan ilmu ukur. Pengantar yang
                       digunakan adalah bahasa Melayu. Pada tahun 1914 sekolah ini diubah
                       menjadi HIS (Hollands Inlandse School) dengan bahasa pengantar
                       bahasa Belanda.
                       Kedua, sekolah-sekolah kelas II. Sekoah ini diperuntukkan bagi rakyat
                   jelata. Lama sekolah 3 (tiga) tahun. Tujuan pendidikan ini adalah untuk
                   memenuhi pengajaran di kalangan masyarakat umum. Materi yang dipelajari
                   adalah membaca, menulis, dan berhitung. Bahasa pengantar yang digunakan
                   adalah bahasa Melayu. (Afifuddin, 2007: 37), Pada 1914 istilah sekolah kelas
                   II dijadikan istilah untuk sekolah lanjutan (vervolg/  sekolah sambungan)
                   yang merupakan lanjutan dari Sekolah Desa.
                       Setelah sekian lama mengeruk keuntungan ekonomi, Belanda agaknya
                   merasa terpuaskan. Maka pada tahun 1899 Van Devender mencetuskan
                   politik etis. Menurutnya, sebagaimana dijelaskan dalam tulisannya yang
                   berjudul “Hutang Kehormatan” dalam majalah De Gids, sudah semestinya
                   Belanda membayar hutang pada bumi putera. Salah satunya adalah dengan
                   memberikan pendidikan kepada penduduk bumi putera.    Namun jika
                   dicermati sebenarnya bukanlah demikian maksud yang sesungguhnya.
                   Bagaimana pun corak pendidikan yang dikembangkan dimaksudkan untuk
                   mendukung keberlangsungan pemerintahan Belanda. Di sisi lain saat itu
                   gerakan nasional mulai muncul. Dalam konteks ini sangat jelas bahwa politik
                   etis yang dilancarkan Belanda adalah dalam rangka menundukkan generasi
                   muda dengan doktrin mereka agar tidak bangkit melawan penjajahan.
                   Namun apapun kiranya maksud mereka, politik etis ini tetap memberikan
                   kontribusi positif bagi kemajuan pendidikan bumi putera. Secara umum,
                   sistem pendidikan didasarkan kepada golongan penduduk menurut keturunan
                   atau lapisan (kelas) sosial yang ada dan menurut golongan kebangsaan yang
                   berlaku waktu itu, yaitu:




               [14]    K.H. Ahmad Dahlan
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21