Page 8 - False Information
P. 8
pengetahuan berbasis bukti yang ada(Shu et al., 2017) False
information seringkali lebih baru daripada informasi yang benar
(Vosoughi et al., 2018). Pandemi COVID-19 menciptakan
berkembangnya false information, studi menunjukkan bahwa
masyarakat yang terpolarisasi dari konten konspirasi kemudian
cenderung berbagi konten konspirasi yang mengandung false
information (Rodríguez et al., 2020)
Data dan pengetahuan merupakan salah satu ciri masyarakat
informasi. Kekuasaan tidak lagi berada pada memiliki akses ke
informasi tetapi dalam mengelolanya. Memang, kedatangan
internet dan media sosial tidak dapat disangkal telah memfasilitasi
sirkulasi dan penjangkauan informasi, membuka kemungkinan
pengguna untuk mengakses, berinteraksi dan memproduksi konten
(Vicario et al., 2016). Situasi ini telah menyebabkan demokratisasi
hubungan yang ada antara pengetahuan dan warga negara. Namun,
media sosial dan situs online juga telah menjadi platform utama
untuk menyebarkan informasi yang salah dan menyesatkan (Lazer
et al., 2018) karena memungkinkan pembagian yang cepat dan
berskala besar (Vosoughi et al., 2018) dan kurangnya mekanisme
tradisional dari kontrol kualitas dan 'penjaga gerbang'
(Lewandowsky et al., 2012). Memang, keberadaan berita palsu
yang ditemukan dan didistribusikan dalam pengaturan online
semakin meningkat dari tahun ke tahun (Vosoughi et al., 2018) .
Berbagi informasi secara tepat waktu dan transparan,
terutama jika beritanya merugikan, dan memproyeksikan
ketidakpastian secara eksplisit merupakan bagian integral dari
pengelolaan skala besar epidemi dan keadaan darurat lainnya.
Komunikasi semacam itu harus menjadi praktik rutin antara
lembaga pemerintah dan publik untuk membangun kepercayaan,
yang menjadi penting selama epidemi. Di dunia saat ini,
False Information | 3