Page 43 - Bimbingan Spiritual Logoterapi Kearifan Lokal
P. 43

Bimbingan Spiritual: Logoterapi Kearifan Lokal

                  “Seorang yang berkedudukan penting, waktu memasuki
                  gedung  upacara, sadar bahwa mata khalayak ramai
                  sedang memperhatikannya dan reaksinya terhadap hal
                  itu adalah  menunjukkan sikap  yang berlebih lebihan.
                  Dia akan memasuki ruangan dengan berbagai  gerak
                  gerik dan mencoba menarik perhatian orang terhadap
                  kehadirannya dengan sesuatu ucapan. Kadang kadang
                  dia  cenderung untuk bersikap  berlagak dan merasa
                  bangga secara agak berlebih lebihan.  Kadang kadang
                  pula reaksinya  ialah membadut  ...  bertambah tinggi
                  kedudukannya bertambah menyolok tingkah lakunya.

                  Pada kaum muda, yang  belum lagi mempunyai
                  kedudukan,  ditemukan sikap lebih  menguasai  diri.
                  Mereka akan memasuki gedung upacara dengan tenang,
                  tanpa menarik  perhatian,  dan  diantara orang  orang
                  yang lebih senior dan sedang berlagak itu, mereka duduk
                  diam diam serta bersungguh  sungguh.  Tetapi untuk
                  pemuda pemuda ini ada pula sebuah  gedung  upacara
                  yang  lebih  sederhana.  Di  gedung  ini mereka secara
                  miniatur  melakukan upacara seperti  yang  dilakukan
                  golongan senior, dan dalam upacara di kalangannya itu
                  mereka meniru sikap orang  senior dan menunjukkan
                  sikap angkuh bercampur  membadut”.

                llustrasi di  atas  memang tidak  bermaksud untuk
            digeneralisasikan, tetapi adalah kenyataan  bahwa belajar
            yang  dilakukan  oleh generasi penerus  adalah  melalui  cara
            cara meniru atau mencontoh. Masyarakat akan memberikan
            hadiah (reward) terhadap mereka mereka yang berjalan sesuai
            dengan aturan yang telah disepakati bersama (konsensus).
            Hadiah  atau  reward  ini dapat  berupa pujian pujian yang
            diberikan pada seseorang. Selain  itu, masyarakat  juga akan
            memberikan  hukuman  (punishment) kepada  anggota
            masyarakat  yang tidak  dapat  menjalankan konsensus  atau
            menyimpang dari konsensus yang telah disepakati. Hukuman
            ini bermacam macam bentuk seperti dikenakan denda (pada
            suku dayak),  dipasung (pada beberapa  suku Jawa), melalui
            hukum Islam (di Aceh) dan lain sebagainya (Koentjaraningrat,
            1988).

             36
   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48