Page 51 - Evaluasi Pembelajaran
P. 51
benar atau bisa pula salah. Hal ini merupakan ciri khas
tes sebagai alat ukur. Misalkan ketika seorang peserta
didik diberikan pertanyaan yang berbunyi “Siapakah
nama Presiden RI yang pertama?”, maka pertanyaan
tersebut merupakan tes, karena jawaban peserta didik
bisa bernilai benar (jika menjawab Ir. Sukarno), dan bisa
pula bernilai salah (jika peserta didik menjawab selain Ir.
Sukarno). Contoh lainnya adalah, ketika peserta didik
diberikan pertanyaan “Berapakah jumlah dari 3+4 ?”,
maka pertanyaan tersebut merupakan tes karena
jawaban peserta didik bisa bernilai benar (jika menjawab
7) atau bisa pula bernilai salah (jika menjawab selain 7).
Umumnya hasil tes dinyatakan secara kuantitatif
dalam bentuk skor, walaupun kemudian skor tersebut
pada akhirnya bisa dinyatakan dalam kategori-kategori
kualitatif. Pemberian skor pada tes relatif lebih gampang,
yakni dengan cara memberikan skor lebih tinggi pada
jawaban benar dan skor lebih rendah pada jawaban
salah. Misalkan pada tes pilihan ganda dan isian yang
memiliki jawaban lebih pasti, maka kita dapat
memberikan skor 1 pada setiap jawaban benar dan skor
0 pada jawaban salah. Pada tes berbentuk uraian yang
nilai kebenaran jawaban peserta didik memiliki unsur
relativitas, maka pemberian skor dapat menggunakan
rentang tertentu, misalkan jawaban benar sempurna
diberi skor 10, benar sebagian besar diberi skor 7, benar
sebagian diberi skor 5, sama sekali tidak ada yang benar
diberi skor 0.
2. Non Tes
Pengertian non tes juga dapat dipandang dari dua sisi,
yakni non tes sebagai teknik pengukuran dan non tes
sebagai alat ukur. Sebagai teknik pengukuran, non tes
(atau disebut pula teknik non tes) didefinisikan sebagai
suatu prosedur yang digunakan untuk mengukur hasil
belajar non kognitif, khususnya adalah aspek afektif.
Misalkan dalam pengukuran pendapat, sikap, motivasi,
40