Page 155 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 155
mengharapkan sesuatu. Maka dengan niat ikhlas ia
memberikan uang dua dirham itu kepadanya.
Kini si fakir sudah tidak mempunyai uang lagi untuk
membeli makanan. Ia merasa malu untuk kembali ke
rumahnya dan takut kalau istrinya memarahinya. Karena itu
ia tidak langsung pulang, melainkan pergi ke masjid. Di
masjid ia sholat dan merenungi tindakannya sendiri.
Menjelang malam hari ia pulang dan menemui istri serta
anak-anaknya dengan tidak membawa apa-apa.
“Bagaimanakah hasil penjualan cadarku itu?” tegur
istrinya kala melihat ia tidak membawa apa-apa. Si suami
oun menceritakan apa yang telah ia lakukan, mulai dari
menjual cadar, adanya pengemis serta apa yang diberikan
padanya. “Kamu berlagak seperti orang kaya dan raja agung
saja! Ambillah goni ini dan jual ke pasar, hasilnya belikan
makanan buat anak-anak kita.” Kata istrinya kesal.
Tanpa berpikir panjang lagi, si suami mengambil goni
itu dan dijualnya di pasar. Tetapi kasihan, tak ada seorang
pun yang mau membelinya. Hal ini membuatnya sangat
berputus asa. Tiba-tiba, ada seorang penjual ikan
menawarkan ikannya.
“Sahabat, barangku ini untuk kamu dan barangmu
untuk aku.” tawar si fakir itu. Kemudian tanpa banyak bicara,
tawaran itu diterima oleh si penjual ikan dengan senang hati.
Setelah itu si fakir pulang ke rumahnya dengan membawa
dua ikan dan bergegas menemui sang istri.
Tentu saja si istri menyambut kedatangan suaminya
dengan gembira. Wajahnya tampak cerah setelah melihat
dua ikan itu. Lalu ia bergegas membedah perut ikan tersebut
untuk dibersihkan kemudian dimasak. Namun, ia terkaget
dan bertambah senang kala melihat sesuatu di dalam perut
142 | Asep Solikin