Page 127 - BK PRIBADI SOSIAL Biblioterapi, Melalui Kisah Pribadi Diasah
P. 127
Saleh dan Malu
Kepada saya, Kong Haji itu jadinya menyodorkan sebuah
cermin. Tampak di sana, wajah saya retak-retak. Saya malu
melihat diri sendiri. Betapa banyak saya telah meminta
selama ini, tapi betapa sedikit saya memberi. Mental korup
dalam ibadah itu, ternyata, bagian hangat dari hidup pribadi
saya juga.
B
eruntung, saya pernah mengenal tiga orang saleh.
Ketiganya tinggal di daerah yang berbeda, sikap dan
pandangan agamis mereka berbeda, dan jenis kesalehan
mereka pun berbeda.
Saleh pertama di Klender, orang Betawi campuran Arab.
Ia saleh, semata karena namanya. Orang menyukainya
karena ia aktif siskamling meskipun bukan pada malam-
malam gilirannya.
Saleh kedua, Haji Saleh Habib Farisi, orang Jawa. Agak
aneh memang, Habib Farisi sebuah nama Jawa. Tapi ia saleh
dalam arti sebenarnya. Minimal kata para anggota jamaah
masjid kampung itu. Jenggotnya panjang. Pici putihnya tak
pernah lepas. Begitu juga sarung palekat abu-abu itu. Tutur
katanya lembut. Ia cekatan memberi senyum kepada orang
lain. Alasannya: "senyum itu sedekah". Kepada anak kecil, ia
sayang. Hobinya mengusap kepala bocah-bocah yang selalu
berisik pada saat salat jamaah berlangsung. Usapan itu
dimaksudkan agar anak-anak tak lagi bikin gaduh. Tapi
bocah tetap bocah. Biar seribu kali kepala diusap, ribut tetap
116