Page 129 - BK PRIBADI SOSIAL Biblioterapi, Melalui Kisah Pribadi Diasah
P. 129

tokoh?".  Hanya  Tuhan  dan  ia  yang  tahu.  Pernah  saya
            berdialog dengannya, setelah begitu gigih menanti zikirnya
            yang  panjang  itu  selesai.  Saya  katakan  bahwa  kelak  bila
            punya waktu banyak, saya ingin selalu zikir di masjid seperti
            dia. Saya tahu, kalau sudah pensiun, saya akan punya waktu
            macam itu.
                 "Ya kalau sempat pensiun," komentarnya.
                 "Maksud Pak Haji?"

                 "Memangnya  kita  tahu  berapa  panjang  usia  kita?
            Memangnya kita tahu kita bakal mencapai usia pensiun?"
                 "Ya, ya. Benar, Pak Haji," saya merasa terpojok

                 "Untuk  mendapat  sedikit  bagian  dunia,  kita  rela
            menghabiskan seluruh waktu kita. Mengapa kita keberatan
            menggunakan beberapa jam sehari buat hidup kekal abadi di
            surga?"

                 "Benar, Pak Haji. Orang memang sibuk mengejar dunia."
                 "Itulah. Cari neraka saja mereka. Maka, tak bosan-bosan
            saya  ulang  nasihat  bahwa  orang  harus  salat  sebelum
            disalatkan."
                 Mungkin tak ada yang salah dalam sikap Pak Haji Saleh.
            Tapi kalau saya takut, sebabnya kira-kira karena ia terlalu
            menggarisbawahi "ancaman".
                 Saya membandingkannya dengan orang saleh ketiga. Ia
            juga haji, pedagang kecil, petani kecil, dan imam di sebuah
            masjid  kecil.  Namanya  bukan  Saleh  melainkan  Sanip.  Haji
            Sanip, orang Betawi asli. Meskipun ibadahnya (di masjid) tak
            seperti Haji Saleh, kita bisa merasakan kehangatan imannya.
            Waktu saya tanya, mengapa salatnya sebentar, dan doanya
            begitu  pendek,  cuma  melulu  istighfar  (mohon  ampun),  ia

                                      118
   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134