Page 150 - Bibliospiritual Menemukan Makna Dalam Kata Terbaca
P. 150
Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh,
maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda
adalah orang buta.” Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-
apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.”
Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan
kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun
melanjutkan perjalanan masing-masing. Dalam perjalanan
selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta
kita.
Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan
santun, “Maaf, apakah pelita saya padam?” Penabraknya
menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan hal yang
sama.”
Senyap sejenak. secara berbarengan mereka bertanya,
“Apakah Anda orang buta?”
Secara serempak pun mereka menjawab, “Iya.,”
sembari meledak dalam tawa. Mereka pun berupaya saling
membantu menemukan kembali pelita mereka yang
berjatuhan sehabis bertabrakan.
Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam
keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang
yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu,
tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta.
Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu
membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan
lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka.”
Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa
pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup.
Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita
dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).
Bibliospiritual: Menemukan Makna dalam Kata Terbaca | 137