Page 44 - Gemilang Peradaban Islam
P. 44
membunuh dan berzina. Dan pada saat lain kaum Khawariz
mengatakan bahwa orang yang berbuat demikian telah ada
dalam kondisi kafir. Maka peserta lainnya yang bernama
Wasil bin Atha ada dalam perdebatan panjang tersebut
berdiri dan berkata “saya berpendapat bahwa seseorang
yang melakukan perbuatan tersebut tidaklah kafir dan tidak
pula mukmin. Ia berada di antara keduanya”. Lantas ia pun
meninggalkan majlis perdebatan itu. Hasan Al-Basri pemilik
majlis tersebut dan sekaligus guru darinya berkata “ia telah
meninggalkan (I’tazala) pemahaman dan bahasan kita”. Dan
paham ini pun terus berkembangn dalam kalangan umat
Islam dengan ajaran-ajaran rasionalnya. Oleh karena itu
kalangan umat Islam mengatakan bahwa aliran mu’tazilah
adalah aliran Rasionalis. Paham ini menjadi kuat setelah
didukung oleh khalifah Al-Ma’mun (198-218 H) dan
menjadikannya sebagai mazhab resmi pada masa
kekuasaannya. Karena dukungannya yang penuh itulah
maka aliran mu’tazilah ini memaksakan kepada kalangan
lain atas ajaran dan doktrin-doktrinnya. Ditambah lagi
perlindungan dari penguasa yang selalu menganggap benar
semua ajaran ini.
Pendapat mereka yang ekstrem tersebut terkadang
membuat kalangan lain merasa risau, dan tak sedikit yang
kemudian mengalami goncangan-goncangan pemikiran
serta melenceng dalam memahami permasalahan-
permasalahan teologi. Goncangan tersebut antara lain
adalah tentang pemahaman terhadap Al-Quran. Dalam
aliran-aliran sebelumnya posisi Al-Quran adalah sebagai
sumber inspirasi umat Islam tanpa mempermasalahkan
bagaimana posisinya di mata mereka. Mereka hanya
berkeyakinan bahwa Al-Quran adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada manusia dan menjadi petunjuk kepada
Gemilang Peradaban Islam | 35