Page 79 - Catatan Peradaban Islam
P. 79

dan  wanita,  termasuk  di  dalamnya  Hamzah  bin  Abdul
            Muthalib, Abu Bakar, bin Abi Qufafah As-Shidiq dan Ali bin
            Abi Thalib.

                 Maka  dalam  perjalanan  menuju  tempat  itulah  semua
            orang  merasakan  ada  darah  yang  akan  mengalir  atas
            pembunuhan  yang  akan  dilakukan  oleh  Umar.  Sebab  ia
            memang terkenal ketika  pedangnya  sudah  terhunus  maka
            tak  akan  disarungkan  kembali  sebelum  darah  mengaliri
            seluruh pedang tersebut. Namun dalam perjalanan tersebut
            Umar bertemu sahabatnya, Na’im bin Abdillah. Raut muka
            Umar yang merah ia tatap secara seksama dan dengan penuh
            selidik  ia bertanya,  “Hendak  ke mana engkau  wahai  Umar
            singa  padang  pasir?”.  Dengan  keangkuhan  yang  luar biasa
            Umar  menjawab,  “Aku  hendak  mencari  Muhammad  yang
            telah  memecah  belah  persatuan  Quraisy,  mencela  agama
            kita,  dan  menghina  Tuhan-tuhan  kita!”.  Dengan  penuh
            selidik dan mengejek Niam kembali berkata, “Hai Umar, telah
            tertipu akan dugaan engkau selama ini!. Apakah Bani Abdu
            Manaf  akan  membiarkanmu  setelah  kamu  membunuh
            Muhammad?  Apakah  tidak  lebih  baik  jika  kamu
            membereskan  keluargamu,  yang  menjadi  perhatian  orang
            selama ini”. Umar bertanya kembali, Siapa yang kau maksud
            dengan  keluargaku  wahan  Naim?”.  Naim  menjawab,
            “Saudara  iparmu,  Said  bin  Zaid  bin  Umar,  dan  saudara
            perempuanmu, Fatimah binti Khatab. Mereka berdua telah
            masuk  Islam  dan  menjadi  pengikut  Muhammad”.  Panas
            telinga  Umar  mendengar  penuturan  Naim.  Dengan  penuh
            nafsu kembali dan amarah yang bergelora dalam dadanya ia
            berbalik mendatangi rumah adiknya yang telah masuk Islam,
            Fatimah.
                 Kedatangannya  yang  tiba-tiba  menjadikan  seluruh
            rumah merasa ciut, terutama Khattab yang sedang membaca

            72 | Asep Solikin dan M. Fatchurahman
   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84