Page 12 - Sastra Lisan dan Nilai Budaya Dayak Ngaju
P. 12
Sastra Lisan dan Nilai Budaya Dayak Ngaju
sama dengan sastra tertulis, terutama di kampung yang terpencil,
(Fang, 1991: 3-4).
Sastra lisan merupakan bagian dari folklore, ada tiga ciri utama
pengenalan folklor, yaitu (1) faktor lisan, (2) faktor sebagian lisan,
dan (3) faktor bukan lisan Brunvand (dalam Danandjaya, 2007: 10-
11).
Folklor lisan adalah polklor yang bentuknya memang
murni lisan. Bentuk folklor yang termasuk kelompok
besar ini diantaranya: (1) bahasa rakyat, seperti logat,
julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan; (2)
ungkapan tradisional, seperti pribahasa, pepatah, dan
pameo; (3) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (4)
sajak dan puisi rakyat, seperti pantun, syair, dan
gurindam; (5) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda,
dan dongeng; dan (6) nyanyian rakyat. Lebih lanjut
Bruvand menjelaskan bahwa folklor sebagian lisan adalah
folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan
dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat, misalnya oleh
orang “modern” seringkali disebut tahayul itu, terdiri atas
pernyataan yang bersifat lisan di tambah dengan gerak
isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib, seperti
ikon salib Kristus bagi orang Kristen Katolik yang
dianggap dapat melindungi seseorang dari gangguan
setan. Sedangkan folklor bukan lisan adalah folklor yang
bentuknya bukan lisan. Kelompok besar ini dibagi
menjadi dua subkelompok, yakni material dan yang bukan
material.
Effendi (2007: 41) mengatakan “legenda merupakan salah satu
jenis sastra lisan yang termasuk dalam kelompok prosa rakyat,
disamping itu ada dongeng, epik, dan memori. Legenda adalah prosa
rakyat yang dianggap oleh pemiliknya dianggap benar-benar terjadi.
Karena itu, legenda disebut pula sejarah rakyat”.
3