Page 148 - Huma Betang Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Kalimantan Tengah
P. 148
dan ke dalam proses konseling ia membawa serta
karakteristik tersebut.
Sedangkan Adhiputra (2013); Sue dan Sue (2003);
Atkinson, dkk. (1989); Lee, dkk. (2008) mengatakan bahwa
konseling lintas budaya adalah suatu hubungan konseling
yang melibatkan konselor dan klien yang berasal dari latar
belakang budaya yang berbeda, nilai dan gaya hidup, karena
itu proses konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias
budaya (cultural biases) pada pihak konselor yang
mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Dalam
pelaksanaan konseling lintas budaya mengharuskan
konselor memperhatikan aspek dari budaya yang di miliki,
hal ini akan mempengaruhi proses konseling.
Dalam filosofi Huma Betang sebagaimana dijelaskan di
atas, terkandung makna nilai-nilai: kejujuran, saling tolong
menolong, rukun dan damai, rasa kebersamaan, saling
menghargai, egaliter, kekeluargaan, mufakat dan hidup
beradat dan memberi kebebasan dalam beragama. Nilai-nilai
tersebut merupakan sikap-sikap dan cara pendekatan
konselor dalam pelaksanaan konseling yang harus dipegang
oleh konselor ketika melaksanakan tugasnya.
Apabila filosofi tersebut diterapkan dan dijunjung tinggi
oleh konselor maka pelaksanaan konseling akan efektif,
sebaliknya jika konselor tidak menjunjung tinggi tatanan
nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi Huma Betang
tersebut maka pelaksanaan konseling yang dilakukan
konselor tidak akan efektif. Geldard & Geldard (2001); Dedi
Supriadi (2001) menyatakan bahwa konseling yang efektif
adalah bergantung pada kualitas hubungan antara klien
dengan konselor, kaitannya dengan konseling lintas budaya
adalah bagaimana seorang konselor dari latar belakang yang
berbeda dapat melepaskan diri dari bias-bias budaya,
Huma Betang | 137

