Page 149 - Huma Betang Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Kalimantan Tengah
P. 149
mengerti dan dapat mengapresiasi diversitas budaya, dan
memiliki keterampilan-keterampilan responsif secara
cultural dan akhirnya mampu menyamakan persepsi dalam
menyelesaikan sebuah permaslaahan.
Sementara itu Arredondo & Gonsalves (1980); Speight
dkk, (2003); Pedersen (1991) menyebutkan bahwa faktor
lain yang secara signifikan mempengaruhi proses konseling
lintas budaya adalah (a) keadaan demografi yang meliputi
jenis kelamin, umur tempat tinggal, (b) variabel status
seperti pendidikan, politik dan ekonomi, serta variabel
etnografi seperti agama, adat, dan sistem nilai.
Dalam praktik sehari-hari, konselor pasti akan
berhadapan dengan klien yang berbeda latar belakang sosial
budayanya. Dengan demikian, tidak akan mungkin
disamakan dalam penanganannya (Amti dan Prayitno,
2004). Perbedaan perbedaan ini memungkinkan terjadinya
pertentangan, saling mencurigai, atau perasaan perasaan
negatif lainnya. Pertentangan, saling mencurigai atau
perasaan yang negatif terhadap mereka yang berlainan
budaya sifatnya adalah alamiah atau manusiawi. Sebab,
individu akan selalu berusaha untuk bisa mempertahankan
atau melestarikan nilai nilai yang selama ini dipegangnya.
Jika hal ini muncul dalam pelaksanaan konseling, maka
memungkinkan untuk timbul hambatan dalam konseling.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam pelaksanaan
konseling konselor mempunyai prinsip bahwa nilai budaya
yang dianut oleh para siswa (klien) merupakan sebuah
keniscayaan yang nampak pada perilakunya dan itu
merupakan sebuah kebenaran. Mereka mempunyai
keyakinan bahwa apa yang dianggap benar itu dapat
dijadikan panutan dalam menjalani hidup sehari hari. Dari
nilai budaya yang diyakini kebenarannya tersebut dapat
138 | Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Kalimantan Tengah