Page 60 - Bimbingan Spiritual Logoterapi Kearifan Lokal
P. 60

Bimbingan Spiritual: Logoterapi Kearifan Lokal

                  Namun, seperti terasa belum tuntas betul kajian tentang
              EQ, perhatian kita tiba-tiba dialihkan pada spiritual intelligence
              yang dalam buku ini disebut oleh Danah Zohar dan Ian Marshall
              sebagai the ultimate intelligence. Ini sungguh mencengangkan
              karena SI  dipandang  sebagai kecerdasan tertinggi manusia,
              yang dengan sendirinya melampaui segi-segi dua kecerdasan
              sebelumnya yakni  kecerdasan  intelektual  dan kecerdasan
              emosional. SI menurut Zohar dan Marshall mengintegrasikan
              semua kecerdasan manusia,  baik  IQ  maupun  EQ. Dengan
              spiritual intelligence  kita  diharapkan  menjadi  prototipe
              manusia  yang  benar-benar  utuh  dan holistik,  baik  secara
              intelektual,  emosional, dan sekaligus  secara spiritual. Apa
              yang diungkapkan Zohar dan Marshall tentang SI ini memang
              sangat menarik apalagi dengan membandingkannya dengan
              paradigma  kecerdasan yang  selama  ini sudah jauh  lebih
              populer dan mapan, yakni IQ dan EQ.   Sebelum  ditemukan
              EQ  masyarakat  mencitrakan bahwa  IQ  merupakan  kunci
              kecerdasan untuk meraih masa depan, seseorang yang ber-IQ
              tinggi mempunyai masa depan cemerlang  dan menjanjikan.
              Sampai-sampai hal itu merasuk kuat ke dalam ingatan kolektif
              masyarakat:  ber-IQ  tinggi  menjamin  kesuksesan hidup;
              sebaliknya, ber-IQ sedang-sedang saja, apalagi rendah, begitu
              suram masa depan hidupnya.

                  Namun benarkah  IQ  menjadi  kunci  kecerdasan  untuk
              meraih masa depan, dan sekaligus satu-satunya parameter
              kesuksesan hidup? Tidak! Inilah jawaban tegas Daniel
              Goleman. Fakta bicara lain, bahkan berbalik total. Sejak
              dipublikasikannya  emotional  intelligence  (EI/EQ)  tahun
              1995, temuan riset terbaru Goleman tersebut lebih dari
              cukup untuk berkesimpulan mengapa orang-orang yang ber-
              IQ tinggi gagal dan orang yang ber-IQ sedang-sedang justru
              menjadi sukses. Tentunya faktor lain untuk menjadi cerdas
              yang dipopulerkan Goleman dengan kecerdasan emosional
              (EQ).  Perhatiannya  kemudian  tertuju  pada  “faktor-faktor
              lain”, yaitu  emotional intelligence: kemampuan untuk


                                                                   53
   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65