Page 183 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 183
Dua hari berikutnya, tetangga yang kikir tersebut
melihat semua barang-barang mewah dikirim ke rumah
Nashruddin. Ia mulai tidak bisa menahan diri, dan ia pun
berdiri di depan pintu rumah Nashruddin. "Sobat,
ketahuilah," ucap Nashruddin, "aku adalah seorang wali. Apa
yang engkau inginkan?" "Aku ingin uangku kembali. Akulah
yang melemparkan kantung berisi uang emas itu, bukan
Tuhan!" "Engkau mungkin saja menjadi alat-Nya, tetapi emas
tersebut tidak datang sebagai akibat dari permohonanku
kepadamu."
Si bakhil tersebut merasa serba salah. "Aku akan
membawa (masalah ini) kepada hakim, dan kita akan
memperoleh keadilan."
Nashruddin sepakat. Begitu mereka berada di luar
rumah, Nashruddin berkata kepada si kikir, "Aku berpakaian
kasar. Jika aku tampak di sampingmu di depan hakim,
perbedaan penampilan kita mungkin akan mendorong
prasangka pengadilan yang bisa menguntungkanmu."
"Baiklah," tukas si bakhil, "ambil jubahku dan aku akan
memakai pakaianmu!"
Mereka telah berlalu beberapa meter ketika
Nashruddin berkata, "Engkau menunggang kuda dan aku
jalan kaki. Jika kita terlihat seperti ini di depan hakim, ia
mungkin akan berpikir bahwa dirinya seharusnya
memberikan keputusan yang memberatkanmu." "Aku tahu
siapa yang akan memenangkan kasus ini, tidak jadi soal ia
terlihat seperti apa! Ayo tunggangilah kudaku!"
Nashruddin pun menaiki kuda itu, sementara
tetangganya yang bakhil itu berjalan di belakangnya. Ketika
giliran mereka tiba, si bakhil menjelaskan apa yang telah
terjadi kepada hakim. "Dan apa yang bisa Anda katakan atas
tuduhan ini?" tanya hakim kepada Nashruddin. "Yang Mulia.
170 | Asep Solikin