Page 264 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 264

Rakyat yang menyaksikan reaksi Rajanya itu, lalu diam
               seribu bahasa dan tak ada lagi yang berani membantah Abu
               Nawas. Mereka takut berbeda dengan Raja, karena khawatir
               dianggap dan di cap kafir atau belum beriman.

                   Akhirnya, konspirasi kebohongan yang ditebar oleh Abu
               Nawas, mendapat legitimasi dari Raja. Boleh jadi, dalam hati,
               Abu  Nawas  tertawa  sinis  sambil  bergumam;  beginilah
               akibatnya  kalau  ketakutan  sudah  menenggelamkan
               kejujuran, maka kebohongan pun akan merajalela.
                   Ketika  keberanian  lenyap  dan  ketakutan  telah
               menenggelamkan  kejujuran,  maka  kebohongan  akan
               melenggang  kangkung  sebagai  sesuatu  yang  “benar.”
               Ketakutan untuk berbicara jujur, juga karena faktor gengsi.
               Gengsi  dianggap  belum  beriman,  atau  dengan  alibi/alasan
               lainnya.  Padahal,  label  gengsi  itu  hanyalah  rekayasa  opini
               publik yang dipenuh kebohongan.
                   Kepercayaan  diri  sebagai pribadi  yang  mandiri  untuk
               berkomitmen  pada  kebenaran  berdasarkan  prinsip
               kejujuran, telah dirontokkan oleh kekhawatiran label status
               yang sesungguhnya sangat subyektif dan semu. Kecerdikan
               konspirasi  (kebohongan)  opini  publik  Abu  Nawas,  telah
               menumbangkan kebenaran dan kejujuran.
                   Akhirnya, kecerdasan tanpa kejujuran dan keberanian,
               takluk di bawah kecerdikan yang dilakonkan dengan penuh
               keberanian  dan  kepercayaan  diri  meski  pun  itu  adalah
               kebohongan yang nyata.











                                                       Bibliosufistik | 251
   259   260   261   262   263   264   265   266   267   268   269