Page 321 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 321
masyarakatnya dan alam bebas yang indah ini. Akibatnya ia
kurang bersyukur kepada Tuhan.”
Anaknya yang sudah cukup dewasa itu membenarkan
ucapan ayahnya dalam hati. Apalagi ketika sang Ayah
melanjutkan argumentasinya, “Kedua, dengan menempati
sebuah gubuk kecil, kalian akan menjadi cepat dewasa.
Kalian ingin segera memisahkan diri dari orang tua supaya
dapat menghuni rumah yang lebih lega.
Ketiga, kami dulu cuma berdua, Ayah dan Ibu. Kelak
kalian akan menjadi berdua lagi setelah anak-anak
semuanya berumah tangga. Apabila Ayah dan Ibu
menempati rumah yang besar, bukankah kelengangan
suasana akan lebih terasa dan menyiksa?”
Si anak tercenung. Alangkah bijaknya sikap sang ayah
yang tampak lugu dan polos itu. Ia seorang hartawan yang
kekayaannya begitu melimpah. Akan tetapi, keringatnya
setiap hari selalu bercucuran. Ia ikut mencangkul dan
menuai hasil tanaman. Ia betul-betul menikmati
kekayaannya dengan cara yang paling mendasar.
Ia tidak terhanyut dalam buaian harta benda yang
sebenarnya bukan merasakan kekayaan, melainkan
kesusahan semata. Sebab banyak Hartawan lain yang hanya
bisa menghitung-hitung kekayaannya dalam bentuk angka-
angka. Mereka hanya menikmati lembaran-lembaran kertas
yang disangkanya kekayaan yang tak terhingga. Padahal
sebenarnya ia tidak menikmati apa-apa kecuali angan-angan
kosongnya sendiri.
Kemudian anak itu makin terkesima lagi ketika ayahnya
meneruskan, “Anakku, jika aku membangun sebuah istana
anggun, biayanya terlalu besar. Dan biaya sebesar itu kalau
kubangun gubuk-gubuk kecil yang memadai untuk tempat
308 | Asep Solikin