Page 84 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 84
Sejak itu ia kembali ke desa di mana ia dilahirkan
dengan mem-bina kehidupan baru yang menolak
kesenangan dan kelezatan dunia, kehidupan yang dibina atas
dasar zuhud, dan mengisinya dengan beribadah kepada
Allah yang menjadi tumpuan segala cintanya selama ini. Ia
mengatakan bahwa: “Aku tinggalkan cintanya Laila dan
Su’da mengasingkan diri, dan kembali bersama rumahku
yang pertama, dengan berbagai kerinduan mengimbauku,
tempat-tempat kerinduan abadi”.
Di samping memperbanyak taubat, dzikir dan puasa
serta shalat siang dan malam, sebagaimana wujud nyata dari
cintanya kepada Allah SWT, semakin hari Adawiyah semakin
meningkat dan luluh dalam cinta abadi. Seluruh perawi
tasawuf mengatakan bahwa Rabiatul Adawiyah mengisi
siang dan malam dengan shalat yang diiringi air mata dan
rindu kepada-Nya.
Memang Rabiatul Adawiyah tidak membutuhkan dunia
dan keluluhannya dalam cinta abadi membuat dunia tidak
ada dan bahkan dirinya sendiri sudah tidak dihiraukan lagi.
Tasawuf Rabiatul Adawiyah bertolak dari kecintaan yang
murni terhadap Allah SWT. Cinta membawa taqwa dan
karena cinta pula ia tidak mengharapkan balasan atau
ganjaran dari padanya. cinta Rabiatul Adawiyah adalah cinta
abadi terhadap Tuhan yang melebihi segala yang ada, cinta
abadi yang tidak takut kepada apa saja walau kepada neraka
sekalipun. Pernyataannya yang terkenal adalah: “Kujadikan
Engkau teman percakapan hatiku, tubuh kasarku biar
bercakap pada insani, jasadku biar bercengkrama dengan
tulangku, isi hati tetap pada-Mu jua…”
Ibadah yang ditegakkan siang dan malam, semata-mata
karena cinta abadi itu. “Sekiranya Aku beribadat kepada
Engkau, karena takut akan siksa neraka biarkanlah neraka
Bibliosufistik | 71