Page 89 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 89
”Orang yang arif tidak tergantung pada cita-citanya
kepada yang diangan-angankannya dan seorang zahid tidak
tergantung cita-citanya dari apa yang dimakan.
Berbahagialah orang yang dapat menghimpun cita-citanya
menjadi satu yaitu semata kepada Allah, dn hatinya tidak
terganggu dengan apa yang dilihat oleh matanya dan apa
yang didengar oleh telinganya di dunia ini. Barang siapa yang
mengenal Allah, maka sesungguhnya ia zuhud dari segala
sesuatu yang mengganggu dirinya”.
Dari zuhud tumbuh cinta yang mendalam. Mahabah
yang ada pada Abu Yazid selalu mendalam dan selalu meluas
hingga selalu menghanyutkan dirinya tenggelam di dalam
kezuhudannya. Dalam keadaan demikian ia beroleh marifah
hakiki: “Aku mengenal Allah dengan Allah dan Aku mengenal
selain Allah dengan nur Allah”. Dalam maqam-maqam seperti
ini ia tidak lagi dalam dirinya karena dengan dirinya ia
beroleh beberapa kesalahan. “Mengira bahwa Aku telah
mengingat Dia, mengenal Dia, mencintai Dia, dan memohon
kepada-Nya. Tetapi setelah Aku menyadari, jelaslah bagiku
bahwa mengingatnya mendahului ingatku, marifah-Nya
mendahului marifahku, cinta-Nya mendahului cintaku,
penetapannya mendahului permohonanku”
Mahabbah, marifah, dan maqom lainnya adalah selalu
berkembang, selalu meluas, dan selalu mendalam hingga
pada akhirnya ia tidak lagi berada dalam dirinya dan
memasuki maqom fana. “Aku tahu pada Tuhan melalui diriku
sehingga Aku fana, kemudian Aku tahu pada-Nya melalui Dia
maka Aku pun hidup”. Dalam kesempatan lain Abu Yazid
berkata: “Dia membuat gila pada ku sehingga aku mati,
kemudian Dia membuat aku gila padanya kemudian Aku
hidup. Aku berkata, gila pada diriku adalah fana dan gila
pada–Mu adalah Baqo”. Melalui konsep fana dan baqo
seorang sufi meningkat dalam tajrid fana fi tauhid dan tidak
76 | Asep Solikin