Page 12 - Model Pembelajaran Kwu-Kop
P. 12

Trade  Area),  dan  AFLA  (Asean  Free  Labour  Area)  yang  telah
            diberlakukan mulai tahun 2003, maupun di kawasan negara-negara
            Asia Pasifik atau  Asia Pacific Economic Community (APEC).
                  Data  Badan  Pusat  Statistik  atau  BPS  menyebutkan  lulusan
            SMK yang menganggur berada pada angka tetinggi yaitu 17,26%,
            disusul  tamatan  SMA  (Sekolah  Menengah  Atas)  14,31%,  lulusan
            Universitas  12,59%,  serta  Diploma  I/II/III  adalah  11,21%.
            Sedangkan  tamatan  SMP  ke  bawah  justru  paling  sedikit
            menganggur  yaitu  4,57%  untuk  SD,  dan  9,39%  untuk  SMP  (BPS
            Maret 2009). Hal ini menunjukkan bahwa ternyata sebagian lulusan
            SMK  belum  memanfaatkan  kemampuan  entrepreneurnya  dan
            cenderung  menunggu  untuk  dapat  bekerja  di  perusahaan.
            Kesadaran untuk membuka usaha sesuai dengan bidang kejuruan
            yang  telah  dipelajari  selama  di  SMK  belum  tumbuh  dengan  baik,
            sehingga bila belum mendapatkan pekerjaan di perusahaan mereka
            cenderung  menunggu  atau  menikah  kemudian  hanya  mengurus
            keluarga.
                  Terbentuknya  pola  pikir  untuk  berinisiatif  membuka  usaha
            atau berwirausaha untuk mengamalkan ilmu yang diperoleh selama
            dibangku  sekolah  belum  terbangun,  hal  ini  juga  kurangnya
            dukungan dari orang tua. Buchari Alma (2005: 2), mengungkapkan
            bahwa faktor psikologis yang membentuk sikap negatif masyarakat
            sehingga  mereka  kurang  berminat  terhadap  profesi  wirausaha,
            antara lain: sifat agresif, ekspansif, bersaing, egois, tidak jujur, kikir,
            sumber penghasilan tidak stabil, kurang terhormat dan sebagainya.
            Pandangan  semacam  ini  dianut  oleh  sebagian  besar  masyarakat
            Indonesia,  sehingga  mereka  tidak  tertarik  untuk  anaknya  menjadi
            wirausahawan,  tetapi  menginginkan  anaknya  untuk  menjadi
            pegawai negeri, apalagi bila anaknya sudah memiliki gelar sarjana
            sebagai lulusan perguruan tinggi.
                  Faktor  lain  yang  berpengaruh  terhadap  jiwa  kewirausahaan
            adalah pola pendidikan yang tidak mendorong anak untuk menjadi
            entrepreneur.  Hal  ini  disebabkan  karena  pada  umumnya  model



                                                                             3
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17