Page 20 - Model Pembelajaran Kwu-Kop
P. 20
kesiapan minimal untuk melaksanakan model pendidikan ini.
Kriteria kesiapan tersebut terutama ditentukan oleh keberhasilan
SMK yang bersangkutan dalam membina hubungan kerjasama
dengan dunia usaha/industri (memiliki institusi pasangan), dan
keberhasilan manajemen dalam mengelola kegiatan pendidikan
dan kelembagaan. Pelaksanaan PSG secara bertahap juga didasari
alasan karena sebagai model inovatif dalam pendidikan kejuruan,
PSG tetap mengutamakan mutu, baik dalam proses maupun
hasilnya. Disebut inovatif karena pelaksanaan PSG menuntut
perubahan berpikir pada kedua pihak (dunia pendidikan dan dunia
kerja). Penyelenggaraan pendidikan kejuruan yang selama ini lebih
banyak merupakan urusan sekolah ditransformasikan menjadi
urusan bersama sekolah dan dunia kerja, bahkan sebagian besar
dialihkan dari sekolah ke dunia kerja.
Sarbiran (2002: 11), menyatakan bahwa kurikulum SMK untuk
mata pelajaran entrepreneurship (kewirausahaan) telah diberikan,
tetapi sayangnya hanya 1,93% dari seluruh jam mata pelajaran
selama tiga tahun sangatlah kurang. Oleh karena itu, hal ini belum
memungkinkan mendorong kemandirian (self confidence-building),
dan hal ini jelas belum dapat menanamkan jiwa entrepreneur bagi
para lulusan SMK. Pembelajaran kewirausahaan sebagai bagian
integral dari kurikulum di SMK membutuhkan guru-guru yang dapat
mengajarkan disiplin ilmu tersebut dengan baik dan benar, dalam
arti mereka mampu menguasai materi yang akan disampaikan,
mampu memilih topik permasalahan yang layak diangkat sebagai
bahan pengajaran, serta mampu memiliki strategi pembelajaran
yang dapat mengoptimalkan peluang tercapainya tujuan belajar
siswa. Oleh sebab itu, desain pembelajaran kewirausahaan di SMK
perlu ditinjau ulang, mulai dari kurikulum, startegi pembelajaran,
metode pembelajaran, media pembelajaran dan guru yang
mengajar mata pelajaran kewirausahaan.
Pembelajaran kewirausahaan SMK berdasarkan penelusuran
terbatas di lapangan masih ditemukan adanya beberapa kelemahan
11