Page 76 - Makna Sosial Burung Enggang
P. 76
batik tersebut, hanya saja harga masih dianggap cukup mahal dan
batik burung enggang hanya digunakan oleh kalangan elit atau
pejabat di Kalimantan Tengah.
Burung enggang sudah sangat langka, hanya artefak yang
sekarang bisa ditemui, artefak berupa paruh dan bulu burung
enggang yang diadikan sebagai topi ataupun atribut lain dalam
taraian. Paruh burung enggang dan bulu burung sendiri biasa
digunakan sebagai topi atau bulu burung sebagai sarana dalam
pengobatan oleh suku Dayak, biasanya digunakan penari atau
balian (Dukun/Tabib) meskipun orang Dayak percaya dengan
pengobatan moderen, tetapi kami juga biasanya untuk penyakit-
penyakit tertentu datang ke balian untuk berobat penyakit yang
biasanya dianggap ada hubungannya dengan mistik atau guna-
guna, atau tulah. Sebagai masyarakat suku Dayak, bu Kar percaya
bahwa burung enggang adalah perwujudan dari Panglima Burung.
Panglima Burung atau pangkalima burung merupakan
dari makhluk gaib, yang akan datang jika wilayah Kalimantan
terancam. Contohnya ketika tragedi Sampit, perang antar suku
Dayak dengan suku Madura yang menyebar kebeberapa wilayah
di Kalimantan Tengah, banyak wujud masyarakat yang tidak
dikenal datang membantu dan melindungi masyarakat suku
Dayak. Bahkan banyak saksi mata yang melihat Mandau (senjata
khas suku Dayak) terbang menebas leher suku Madura tanpa ada
yang melihat siapa yang memegang senjata tersebut. Dan anehnya
Mandau dapat mengetahui seseorang yang berdarah Madura atau
bukan. Dipercaya salah satu makhluk gaib yang hadir adalah
Panglima Burung yang merupakan perwujudan burung enggang.
selain ketika wilayah Kalimantan Terancam, tapi ketika suatu
wilayah akan diberkati dengan hasil tani dan perikanan yang
berlimpah, maka burung enggang akan mengitari sebuah daerah
tersebut. Selain sebagai motif batik, burung enggang sebagai
falsafah hidup masyarakat suku Dayak, dan digunakan sebagai
Makna Sosial Burung Enggang dalam Batik Masyarakat Dayak... | 63