Page 207 - Catatan Peradaban Islam
P. 207
Untuk menarik simpatik kalangan Syi’ah, Al-Ma’mun
mengangkat iman Syi’ah yang bernama ‘Ali Al-Rida sebagai
putra mahkota dan sang khalifah ber-kenan menikahkan
anak perempuannya kepada sang imam. Bendera hitam
digantikan dengan keluarga Ali yang berwarna hijau. Hal ini
tidak membawa hasil yang diinginkannya. Rakyat Irak
memberontak dan kemudian mengangkat Ibrahim sebagai
khalifah. Kemudian imam ‘Ali Al-Rida terbunuh lantaran
terserang racun -kalangan Syi’ah menegaskan bahwa sang
imam tersebut mati Syahid secara tragis- dan dimakamkan
berdekatan dengan nisan Harun Al-Rasyid. Sekarang
pemakaman ini dikenal dengan Masyhad di Iran.
Al-Ma’mun, yang terkenal sebagai seorang intelektual
dan sangat berminat terhadap permasalahan teologi,
memeluk aliran Mu’tazilah atau rasionalis pada tahun
212/827. Peristiwa ini menimbulkan pergolakan,
bersamaan dengan terja-dinya ketetapan mihnab, atau
pemaksaan dan penganiyaan terhadap ulama. Mih-nab
diberlakukan pada 218/833, beberapa saat sebelum
kematian Al-Ma’mun. Era Mu’tazilah berlangsung sekitar 20
tahun, semenjak tahun 218/827 sampai Al-Mu’tashim
mengembalikan ajaran orthodox pada tahun 232/847.
Al-Mu’tashim, saudara dan penerus Al-Ma’mun,
membina prajurit Turki menjadi militer kerajaan. Merasa
tidak aman di Baghdad, ia mendirikan kota baru di Samarra;
sekitar 60 mil sebelah utara Baghdad ibu Samarra ini
berlangsung hingga khalifah Al-Mu’tamid kembali ke
Baghdad. Perpindahan ibu kota ke Samarra’ mengawali
kemunduran politik Abbasiyah karena kalangan militer
Turki mulai memegang kendali kehilafahan, semenjak masa
pemerintahan Al-Wathiq. Bahkan jabatan khalifah hanya
sekedar nama belaka. Semenjak khalifah terusir ke wilayah
200 | Asep Solikin dan M. Fatchurahman