Page 301 - Catatan Peradaban Islam
P. 301
atribut lain yang terpisah dengan-Nya, tetapi sifat-sifat dan
atribut-atribut tersebut haruslah tak terpisahkan dari zat-
Nya.
Jiwa atau ruh adalah salah satu bahasan pokok Al-Kindi.
Bahkan Al-Kindi adalah seorang filosof muslim perama yang
membahas ruh secara terperinci. Seperti halnya Rene
Descrates (1596-1650), seorang filosof Perancis pencetus
pemikiran rasioanalistis, Al-Kindi berpendapat bahwa ruh
mempunyai esensi dan eksistensi yang terpisah dengan
tubuh dan tidak tergantung satu sama lainnya.
Al-Kindi membagi jiwa atau ruh ke dalam daya, yaitu
Daya Nafsu (Al-Quwwah Al-Syahawiyyah), Daya Pemarah
(al-Quwwah al-Ghadobiyah), dan Daya Berfikir (Al-Quwwah
Al-Natiqoh). Daya yang terpenting adalah daya berfikir,
karena ituklah yang mengangkat eksistensi manusia ke
derajat yang lebih tinggi.
Selanjutnya Al-Kindi membagi akal pada tiga macam,
yaitu akal yang bersifat potensial, akal yang telah keluar dari
sifat potensial menjadi aktual, dan akal yang telah mencapai
tingkat kedua dari aktualitas. Akal yang bersifat potensial
tidak bisa mempunyai sifat aktual jika tidak ada kekuatan
yang menggerakannya dari luar. Oleh karena itu masih ada
lagi macam akal, yaitu akal yang selamanya dalam aktualitas.
Menurut Al-Kindi, ruh it tidak tersusun (Bashitoh) dan
sifatnya sederhana tetapi sangat mulia. Ruh mempunyai arti
penting karena substansinya berasal dari substansi Tuhan
dan hubungannya dengan Tuhan Tuhan ibarat hubungan
antara matahari dengan cahayanya. Ruh yang berada dalam
badan senantiasa berada dalam kegelisahan karena banyak
keinginan-keinginannya yang tidak terpenuhi. Karena itu
294 | Asep Solikin dan M. Fatchurahman