Page 41 - Sastra Lisan dan Nilai Budaya Dayak Ngaju
P. 41
Lastaria, M.Pd.
dengan mite, legenda ditokohi manusia, walaupun ada
kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan seringkali
juga dibantu makhluk-makluk ajaib. Tempat terjadinya
adalah di dunia seperti yang kita kenal kini, karena waktu
terjadinya belum terlalu lampau.
Effendi (2011: 139-140) berpendapat bahwa legenda
merupakan cerita yang oleh masyarakat tradisional
dianggap benar-benar terjadi. Karena legenda dianggap
benar-benar terjadi oleh karena itu, legenda disebut juga
sebagai sejarah rakyat (sejarah menurut pengetahuan
rakyat). Disamping sebagai sejarah rakyat, legenda
disebut juga cerita asal-usul karena di dalam legenda ada
bagian yang menceritakan tentang asal-usul. Selain itu,
Lord Ragland (dalam Danandjaya, 1991: 66)
mengemukakan “mite dan legenda adalah cerita prosa
rakyat, yang diangggap oleh yang punya cerita sebagai
suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi.
Berbeda dengan mite, legenda bersifat sekunder
(keduniawian), terjadinya pada masa yang belum begitu
lampau, dan bertempat di dunia yang kita kenal sekarang”.
Legenda seringkali dipandang sebagai “sejarah” kolektif
(folk history), walaupun “sejarah” itu karena tidak tertulis
telah mengalami distorsi, sehingga seringkali dapat jauh
berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika kita
hendak mempergunakan legenda sebagai bahan untuk
merekonstruksi sejarah suatu folk, kita harus
membersihkannya dahulu bagian-bagiannya yang
mengandung sifat-sifat folklore, misalnya yang bersifat
pralogis atau merupakan rumus-rumus tradisi lisan. Jadi,
dapat dikatakan legenda adalah cerita yang dianggap oleh
32