Page 36 - Sastra Lisan dan Nilai Budaya Dayak Ngaju
P. 36
Sastra Lisan dan Nilai Budaya Dayak Ngaju
pemeo), pertanyaan tradisional seperti teka-teki, puisi rakyat,
(pantun, gurindam, syair), prosa rakyat (mite, legenda, dongeng),
dan nyanyian rakyat”.
Folklor sebagian lisan adalah folklor yang disamping
dituturkan juga menggunakan alat bantu lain seperti gendang, dan
bunyi-bunyian lain, atau juga dibantu dengan gerakan anggota
badan, seperti mimik, tari-tarian, mamang (fumam), juga benda-
benda yang dianggap dapat memperkuat kekuatan turunan dan
mamang. Benda-benda itu dapat berupa batu ajaib, kemala binatang,
makanan dan minuman yang disajukan untuk makhluk-makhluk
halus, dan lain-lain.
Folklor bukan lisan adalah folklor yang tidak dituturkan
dengan bahasa lisan tetapi murni berupa konsep berpikir yang
melahirkan kebudayaan nonverbal, diantaranya ada yang berwujud
benda, seperti rumah adat, gerakan-gerakan tari, permainan rakyat,
dan lain-alin. Konsep berpikir itu diajarkan turun temurun secara
lisan oleh orang-orang tua kepada generasi-generasinya. Danandjaya
(dalam Effendi, 2011: 5) mengelompokan “folklor bukan lisan
menjadi dua kelompok, yakni yang bentuk material dan bukan
material, folklor material diantaranya dalah kerajinan tangan,
pakaian tradisional, dan perhiasan-perhiasan tubuh, makanan dan
minuman tradisional. Folklor bukan material di antaranya adalah
gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk berkomunikasi rakyat
(kentongan dan lain-lain)”.
Effendi (2011: 6-7) mengatakan bahwa folklor dan sastra
tradisional lisan mempunyai beberapa ciri-ciri pengenal, seperti di
bawah ini.
1. Folklor disampaikan dan diwarikan secara lisan.
Untuk memperlancar atau memudahkan warisan,
seseorang penutur folklor dapat menggunakan
berbagai cara, diantaranya dengan memanfaatkan
27