Page 160 - CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah
P. 160
Jika, memang asal mula orang Mendawai adalah orang-orang
Mendawai yang ada di Pangkalan Bun, maka yang paling masuk akal
adalah perpindahan itu terjadi karena Katingan merupakan tempat
persinggahan pelayaran antara orang-orang Mendawai dulu dengan
Suku-suku Banjar di Kalimantan Selatan. Karena memang muara
Sungai Katingan terletak di tengah-tengah jalur pelayaran itu.
Pada dasarnya orang Mendawai yang ada di Pangkalan Bun
adalah sub suku dari suku Dayak Ngaju. Dayak Ngaju sebagai
rumpun besar suku Dayak di Kalimantan Tengah kemudian
melahirkan sub-sub suku kecil lainnya. Sub-sub suku ini lahir karena
persebaran migrasi dari suku Dayak Ngaju ke beberapa tempat.
Sehingga sub-sub suku ini mengalami pergeseran budaya, bahasa
dan agama. Sehingga lebih memilih untuk digolongkan sebagai sub
suku mereka sendiri.
Bahasa menunjukkan persamaan suatu suku. Bahasa Ngaju dan
Bahasa Mendawai adalah bahasa yang sama walaupun bahasa
Mendawai memiliki keunikan dalam langgam atau logat yang
digunakan. Sebagai daerah paling barat Kalimantan Tengah yang
berbatasan langsung dengan suku Melayu, dialek yang digunakan
bahasa Mendawai kental dengan dialek Melayu. Orang Mendawai
menuturkan bahasanya 'berayun-ayun'. Belum lagi pengaruh bahasa-
bahasa lain yang 'mengepung' bahasa Mendawai. Seperti bahasa
Teringin, Sukamara, Kumai dan lain-lain. Memberi warna tersendiri
bagi Bahasa Mendawai dibanding dengan Bahasa Ngaju di daerah-
daerah lainnya.
Dari segi budaya, dapat dilihat beberapa sisa-sisa kebudayaan
Dayak Ngaju pada masyarakat Mendawai. Menurut penuturan tetua
Mendawai, bahwa dulu sebelum Islam masuk, orang-orang
Mendawai juga melaksanakan ritual kepercayaan dinasmisme. Salah
satu ritual yang masih sempat saya lihat pada media 90-an adalah
CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah | 149