Page 130 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 130

Setelah  ia  tidak  dapat  bertemu  lagi  dengan  guru
               rohaninya  itu,  ia  menjalin  persahabatan  baru  dengan
               muridnya  Hasamuddin  dan  Salahuddin.  Mereka  banyak
               mendorong  Jalaluddin  Al-Rumi  untuk  menulis  berbagai
               pengalaman  sufi  terutama  Hasamuddin  yang  banyak
               memberikan saran hingga Jalaluddin Al-Rumi rajin menulis.
                   Kehidupan  Jalaluddin  Al-Rumi  pada  bagian  akhir  di
               Koniya tetap sebagai guru, menulis dan memimpin tarikat. Ia
               amat  disegani  oleh  para  pejabat  dan  mendapat  sambutan
               hangat dari masyarakat termasuk kalangan sufi khususnya
               Sadruddin  Al-Quniwi.  Dan  disini  pula  ia  meninggal  pada
               tahun 672 H/ 1273.

                   Jalaluddin  Al-Rumi  banyak  sekali  memberikan
               wejenangan  terhadap  murid-muridnya.  Dalam  pandangan
               Jalaluddin  Al-Rumi,  hidup  di  dunia  ini  harus  bisa
               memanfaatkan apa yang ada pada manusia itu sendiri untuk
               membentuk jiwa hingga selalu ingat dan menghambakan diri
               kepadanya.  Karena  dorongan  ingat  kepada-Nya  dan
               kecintaan yang tumbuh mekar membuat cinta menjadi asyiq
               dan  masyuq.  Maka  dalam  tingkat  inilah  yang  membuka
               segalal rahasia yang ada ini. Tetapi pada kebanyakan orang,
               semua itu menjadi sirna karena pengaruh binatang dan alam
               materi  yang  berkuasa  dalam  dirinya.  Dalam  keadaan
               demikian,  Tuhan  terasa  terpisah  jauh  dengan  alam  dan
               bahkan  mungkin  tidak  ditemukan  lagi.  Kebendaan  dan
               kebinatangan  menjauhkan  segala-galanya  dalam  nilai
               keutaman dan keabadian.
                   Jalaluddin  Al-Rumi  berkata:  “Keselamatan  datang
               kepada  malaikat  melalui  pengetahuan  yang  benar  terpatri
               dalam  dirinya.  Kepada  hewan  terpatri  kekaburan  dan
               kekeliruan.  Sedang  manusia  senantiasa  berada  dalam
               keduanya. Beberapa orang meningkat ke arah akal universal


                                                       Bibliosufistik | 117
   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134   135