Page 197 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 197
BELAJAR IKHLAS DARI KAMBING DAN UBI
"Ini, Nak. Bawa pulang, ya? Bilang terima kasih pada
bapakmu," kata pria itu. Muridnya terkejut, tapi ia sangat
berterima kasih pada gurunya yang memang baik hati itu.
Di suatu pondok yang sederhana, hiduplah seorang
guru tua dengan istrinya. Sang guru sudah puluhan tahun
mengajar di sebuah sekolah yang tak terlalu jauh dari
rumahnya. Guru ini sangat baik hati dan dihormati oleh
murid-muridnya.
Suatu hari, seorang mantan muridnya datang ke
rumahnya. Ia membawa seikat ubi yang diamanahkan oleh
ayahnya sebagai oleh-oleh pada sang guru. "Pak guru, saya
membawa ubi. Hanya ini yang saya dan keluarga punya
untuk membalas kebaikan bapak," ujarnya. Melihat
muridnya yang lugu dan tulus, sang guru tersentuh. "Kok
repot-repot, Nak? Duduk di sini dulu ya. Kamu pasti capek
jauh-jauh dari desa bawa ubi. Bapak ke belakang dulu," ujar
sang guru.
Pria paruh baya itu pun berjalan ke belakang dan
menemui istrinya. "Bu, kita punya apa? Ini muridku bawa
ubi," kata pria itu. Sang istri melihat ke dapurnya. Tidak ada
apa-apa selain alat masak, bumbu dapur dan air minum.
"Punya apa kita, Pak? Wong kita cuma punya kambing
peliharaan bapak itu di belakang," jawab istrinya. Guru itu
pun mengangguk-angguk, "Oo ya sudah ini ubinya disimpan.
Buatkan muridku minum ya, Bu. Kita kasih kambing saja,"
kata pria itu. Istrinya mengangguk dan membuatkan teh
hangat untuk muridnya. Sementara pria itu mengambil
kambing peliharaannya. "Ini, Nak. Bawa pulang, ya? Bilang
terima kasih pada bapakmu," kata pria itu. Muridnya
184 | Asep Solikin