Page 295 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 295
memperkirakan berapa zakatnya. Kemudian dia pisahkan
harta yang akan dizakatkan. Dia masih terus menghitung dan
menghabiskan waktu berjam-jam. Saat menoleh, dia lihat
fajar telah menyingsing. Dia berbicara sendiri, “Ingat takwa
kepada Allah! Kau harus melaksanakan shalat dulu!”
Kemudian dia keluar menuju ruang tengah rumah, lalu
berwudhu di bak air untuk selanjutnya melakukan shalat
sunnah. Tiba-tiba tuan rumah itu terbangun. Dilihatnya
dengan penuh keheranan, ada lentera kecil yang menyala.
Dia lihat pula kotak hartanya dalam keadaan terbuka dan
ada orang sedang melakukan shalat. Isterinya bertanya, “Apa
ini?” Dijawab suaminya, “Demi Allah, aku juga tidak tahu.”
Lalu dia menghampiri pencuri itu, “Kurang ajar, siapa kau
dan ada apa ini?” Si pencuri berkata, “Shalat dulu, baru
bicara. Ayo, pergilah berwudhu, lalu shalat bersama. Tuan
rumahlah yang berhak jadi imam.”
Karena khawatir pencuri itu membawa senjata si tuan
rumah menuruti kehendaknya. Tetapi –wallahu a’lam-
bagaimana dia bisa shalat. Selesai shalat dia bertanya,
“Sekarang, coba ceritakan, siapa kau dan apa urusanmu?” Dia
menjawab, “Saya ini pencuri.” “Lalu apa yang kau perbuat
dengan buku-buku catatanku itu?”, tanya tuan rumah lagi. Si
pencuri menjawab, “Aku menghitung zakat yang belum kau
keluarkan selama enam tahun. Sekarang aku sudah
menghitungnya dan juga sudah aku pisahkan agar kau dapat
memberikannya pada orang yang berhak.” Hampir saja tuan
rumah itu dibuat gila karena terlalu keheranan. Lalu dia
berkata, “Hai, ada apa denganmu sebenarnya. Apa kau ini
gila?” Mulailah si pencuri itu bercerita dari awal. Dan setelah
tuan rumah itu mendengar ceritanya dan mengetahui
ketepatan, serta kepandaiannya dalam menghitung, juga
kejujuran kata-katanya, juga mengetahui manfaat zakat, dia
282 | Asep Solikin