Page 299 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 299
menyucikan dirimu. Demi kebesaran nama-Ku, niscaya
kuharumkan namamu, baik di dunia atau di akhirat.”
Bisyr tidak percaya, ia menghiraukan mimpinya. Ia
bergumam, tidak mungkin Bisyr yang berandal akan
mendapatkan penghormatan sedemikian rupa. Ia pun
bangun, berwudhu, selanjutnya shalat. Ia tertidur lagi. Mimpi
itu berulang hingga tiga kali. Peristiwa ini selalu terngiang,
tetapi ia tetap menjalani rutinitas seperti biasa. Bergelimang
dengan dosa.
Satu saat, Bisyr dan koleganya tengah berpesta pora di
rumahnya, penuh suara musik, gelak tawa, ditemani anggur
dan budak-budak perempuan. Seorang tokoh ulama yang
terkenal saleh mengetuk pintu rumah Bisyr yang disambut
oleh pembantunya. “Siapa pemilik rumah ini? Ia seorang
hamba sahaya atau orang merdeka?” tanya orang saleh itu.
Si pembantu menjawab bahwa pemilik rumah bukan
hamba melainkan orang merdeka. “Pantas kalau begitu, jika
ia seorang hamba, niscaya akan berperilaku dengan etika
penghambaan dan meninggalkan berfoya-foya,” ujar alim
tersebut sembari beranjak dari kediaman “Sang Berandal”.
Dari ruang tengah, Bisyr mendengar percakapan mereka
berdua. Ia pun bergegas menghampiri pembantunya dan
menanyakan, siapa gerangan orang asing yang bertandang
ke rumahnya tersebut. Pembantu tak tahu-menahu.
Bisyr pun mengejar dan mengikuti jejak alim misterius
tersebut. Begitu bertemu, ia menanyakan apakah benar
sosok yang ia kejar tersebut adalah alim yang berkunjung ke
rumahnya, beberapa saat lalu. Ternyata benar. Bisyr
meminta sang alim mengulangi kata-kata bijaknya.
Tersentuh dengan petuah sang alim, Bisyr lantas
menyentuhkan kedua pipinya di atas tanah sembari berujar,
286 | Asep Solikin