Page 72 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 72
Apabila jiwa menyerah dan patuh pada kemauan
syahwat dan memperturutkan ajakan syaithan, yang
memang pada jiwa itu sendiri ada sifat kebinatangan, maka
ia disebut jiwa yang menyuruh berbuat jahat. Firman Allah,
"Sesungguhnya jiwa yang demikian itu selalu menyuruh
berbuat jahat." (QS. 12: 53)
Apabila jiwa selalu dapat menentang dan melawan sifat-
sifat tercela, maka ia disebut jiwa pencela, sebab ia selalu
mencela manusia yang melakukan keburukan dan yang
teledor dan lalai berbakti kepada Allah. Hal ini ditegaskan
oleh-Nya, "Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang selalu
mencela." (QS. 75:2).
Tetapi apabila jiwa dapat terhindar dari semua sifat-
sifat yang tercela, maka ia berubah jadi jiwa yang tenang (al-
nafs al-muthmainnah). Dalam hal ini Allah menegaskan, "Hai
jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rasa
puas lagi diridhoi, dan masuklah kepada hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam Surga-Ku." (QS. 89:27-30)
Jadi, jiwa mempunyai tiga buah sifat, yaitu jiwa yang
telah menjadi tumpukan sifat-sifat yang tercela, jiwa yang
telah melakukan perlawanan pada sifat-sifat tercela, dan
jiwa yang telah mencapai tingkat kesucian, ketenangan dan
ketentraman, yaitu jiwa muthmainnah. Dan jiwa
muthmainnah inilah yang telah dijamin Allah langsung
masuk surga.
Jiwa muthmainnah adalah jiwa yang selalu
berhubungan dengan ruh. Ruh bersifat Ketuhanan sebagai
sumber moral mulia dan terpuji, dan ia hanya mempunyai
satu sifat, yaitu suci. Sedangkan jiwa mempunyai beberapa
sifat yang ambivalen. Allah sampaikan, "Demi jiwa serta
kesempurnaannya, Allah mengilhamkan jiwa pada
keburukan dan ketaqwaan." (QS.91:7-8). Artinya, alam jiwa
Bibliosufistik | 59