Page 29 - Cyberbullying & Body Shaming
P. 29
Karyanti, M.Pd. & Aminudin, S.Pd.
Coloroso (Rigby, 2007) memaparkan sifat-sifat yang dimiliki
bully yakni: (1) suka mendominasi siswa lain; (2) suka
memanfaatkan siswa lain untuk mendapatkan keinginannya; (3) sulit
melihat situasi dari titik pandang siswa lain; (4) hanya perduli pada
keinginan dan kesenangan sendiri, bukan pada kebutuhan, hak-hak,
dan perasaan-perasaan siswa lain; (5) cenderung melukai siswa lain
ketika tidak ada pengawasan dari orang tua atau orang dewasa yang
lain; (6) memandang siswa yang lebih lemah sebagai mangsa; (7)
menggunakan kesalahan, kritikan, dan tuduhan-tuduhan yang keliru
untuk memproyeksikan ketidakcakapannya pada victim; (8) tidak
mau bertanggung jawab pada tindakannya dan (9) tidak memiliki
pandangan terhadap konsekuensi dari perilakunya saat itu.
Trennya jelas. Meskipun beberapa anak dilahirkan dengan
kecenderungan psikopat, mayoritas belajar bagaimana menjadi bully
dari panutan di rumah dan sekolah. Bully dilatih oleh keluarga yang
tidak bahagia, disfungsional atau berantakan. Cinta, penerimaan dan
rasa hormat disamarkan atau bersyarat. Bully bisa menjadi victim
atau mengganggu diri mereka sendiri. Anak itu belajar bahwa
bullying itu tidak apa-apa karena orang tuanya jangan berharap bully
menunjukkan empati kepada orang lain. Ia juga tidak belajar
bagaimana menghargai mereka yang cacat, berbeda atau berbakat. Ia
menjadi tidak toleran, rasis, patriotik yang berlebih-lebihan, homo
fobia atau diskriminatif (Field, 2007).
Olweus (Roland & Vaaland, 2006) menyatakan bahwa
umumnya bully melakukan kekerasan dibanding siswa lain secara
umum. Mereka sering dicoraki oleh sifat yang meledak-ledak dan
kebutuhan yang kuat untuk mendominasi siswa lain. Bully tampak
tidak memiliki rasa empati kepada victim. Bully sangat pandai
melihat ketakutan atau kemarahan victim. Perilaku victim
menginformasikan kepada bully bahwa dia memenuhi syarat sebagai
22