Page 30 - Cyberbullying & Body Shaming
P. 30

Cyberbullying & Body Shaming


            victim. Bully pandai menanggapi perubahan victim melalui ekspresi
            wajah, bahasa tubuh, dan suara. Jika victim tetap tenang, bully akan
            menghentikan  bullying.  Jika  terlihat  tanda-tanda  ketakutan  atau
            kemarahan dari victim membuat bully bahagia.
                  Para peneliti telah mengidentifikasi beberapa karakteristik dari
            anak-anak  yang  menggertak  rekan-rekan  mereka  secara  teratur
            (Yaitu,  mengakui  bullying  rekan-rekan  lebih  dari  kadang-kadang).
            Anak-anak      ini   cenderung     memiliki     impulsif,   kepala
            panas,kepribadian yang dominan; mudah frustasi; memiliki kesulitan
            sesuai dengan aturan; dan melihat kekerasan dalam pandangan yang
            positif  (Olweus,  1993a;  Olweus,  Limber,  &  Mihalic,  1999). Anak
            laki-laki yang bully cenderung memiliki fisik kuat dari rekan-rekan
            mereka (Olweus, 1993a; Fleming, 2002).
                  Sebagai  kelompok,  bully  cukup  mirip  dengan  rata-rata  baik
            dalam penampilan maupun kinerja sekolah (Olweus, 1993; Smith et.
            Al, 1999; ; Roland & Vaaland, 2006). Di antara anak laki-laki, bully
            secara umum lebih kuat dari rata-rata. Tampaknya tidak ada variasi
            serupa  dari  norma  di  antara  gadis-gadis  yang  mem-bullying  orang
            lain.  (Olweus,  1993;  Roland,  1999;  ;  Roland  &  Vaaland,  2006).
            Citra  diri  bully  tidak  berbeda  jauh  dari  rata-rata.  Namun  ada
            beberapa  diskusi  tentang  sejauh  mana  citra  diri  bully  itu  normal.
            Beberapa  penelitian  menunjukkan  bahwa  bully  memperoleh  skor
            biasanya pada tes citra diri sementara penelitian lain menunjukkan
            kecenderungan negatif tertentu di antara bully (Björkqvist, Ekman &
            Lagerspetz,  1982;  Olweus,  1993;  O‘Moore  &  Kirkham,  2001;  ;
            Roland & Vaaland, 2006).
                  Hasil  penelitian  juga  menunjukkan  bahwa  tidak  ada
            kekosongan informasi, tetapi lebih bahwa guru memegang beberapa
            keyakinan  pra-layanan  yang  mungkin  sebenarnya  menghasilkan
            intervensi yang tidak efektif atau berbahaya. Misalnya, pra-layanan




                                                                            23
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35