Page 34 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 34

Tapi milik umat dengan organisasi Muhammadiyah sebagai pemegang
                       otoritasnya. Sekolah Muhammadiyah dikelola secara organisastoris
                       dengan menggunakan tata pamong seperti yang ada di sekolah-sekolah
                       Belanda. Dalam  konteks ini, Ahmad Dahlan telah berhasil mengubah
                       otoritas menejemen pendidikan pesantren tradisional yang berbasiskan
                       kharisma individu ke dalam sistem modern yang berbasiskan organisasi.
                          Selanjutnya dalam bidang sarana prasarana Ahmad Dahlan juga
                       mencontek pendidikan Barat. Jika dulunya pendidikan Islam di pesantren
                       diselenggarakan apa adanya dengan duduk lesehan, kali ini Ahmad
                       Dahlan membuatnya berbeda. Ia membuat ruang kelas lengkap dengan
                       bangku, meja tulis, dan papan tulis, persis seperti sekolah Belanda. Demi
                       memenuhi sarana pendidikan tersebut, Ahmad Dahlan menjual perabotan
                       rumahnya dan mengerjakan sendiri pembuatan mebeler dibantu para
                       muridnya. Disinilah terlihat bagaimana dedikasi Ahmad Dahlan untuk
                       memajukan pendidikan.
                       Dalam dunia pendidikan sekarang ini pemenuhan sarana pembelajaran
                   modern merupakan suatu keniscayaan. Akan tetapi, pada masa Ahmad
                   Dahlan penggunaan sarana pembelajaran modern dinilai sebagai perbuatan
                   yang menyimpang dari agama. Karena langkahnya itu, Ahmad Dahlan dicap
                   sebagai  seorang  kafir.  Penggunaan  sarana  pendidikan  modern  dianggap
                   sebagai bentuk peniruan terhadap Belanda yang kafir. Barangsiapa meniru
                   orang kafir maka dia adalah kafir pula. Logika ini didasarkan atas Hadits

                   yang menyebutkan: man tsyabbaha biqaumin fahuwa minhum (barangsiapa
                   meniru suatu kaum, maka dia adalah bagian dari mereka).

                       Pandangan tersebut berbeda dengan prinsip Ahmad Dahlan. Baginya,
                   sarana pembelajaran dan fasilitas pendidikan adalah alat yang membantu dan
                   mempermudah kegiatan belajar. Sarana pendidikan tidak ada hubungannya
                   dengan akidah. Karena itu manusia justeru harus menggunakan alat tersebut.
                   Dalam sebuah perdebatan dengan seorang tokoh agama yang mengkritik
                   langkahnya Ahmad Dahlan bertanya: “ Bagaimana tuan bisa tiba di Jogjakarta
                   dari Magelang.” Tokoh agama tersebut menjawab: “Saya naik kereta.”



               [32]    K.H. Ahmad Dahlan
   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39