Page 32 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 32

sebagai aliran sesat. Bahkan sampai 1933 disebutkan bahwa sekolah
                   Muhammadiyah sebagai sekolah kebelanda-belandaan atau kebarat-baratan.
                     Kedua,  Ahmad Dahlan mengajarkan pendidikan agama ekstra kurikuler
                   di sekolah-sekolah Belanda. Perjuangan Ahmad Dahlan untuk memasukkan
                   materi agama ke dalam sekolah tidak berhenti di kalangan  internal umat
                   Islam saja. Pada April 1922 ia  meminta kepada pemerintah agar memberi
                   izin bagi orang Islam untuk mengajarkan agama Islam di sekolah-sekolah
                   Goebernemen. Usaha ini berhasil. Ahmad Dahlan sendiri juga mengajar
                   agama di OSVIA  (sekolah pamong praja) di Magelang, dan Kweekschool
                   (sekolah guru) di Jetis, Jogjakarta. Ahmad Dahlan sengaja  memilih dua
                   sekolah tersebut karena dalam pandangannya para guru dan pamong praja
                   adalah kelompok strategis yang mampu membawa perubahan di masyarakat.
                   Puncaknya, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah swasta yang
                   meniru sekolah Gubernemen dengan pelajaran agama di dalamnya.
                       Ketiga,  Ahmad Dahlan memberikan    ceramah agama menjelang
                   dimulaianya rapat-rapat di Budi Utomo. Ini merupakan terobosan baru di
                   mana Ahmad Dahlan memberikan pendidikan agama non-formal. Ahmad
                   Dahlan menilai  para anggota Budi Utomo adalah intelektual yang perlu
                   mendapatkan penanaman nilai-nilai dan jiwa agama yang memperkuat
                   komitmen dan kepribadian sebagai agent  pembaharuan. Secara personal
                   Ahmad Dahlan tidak hanya memiliki kedekatan dengan Budi Utomo, tetapi
                   secara strategis Ahmad Dahlan menjadikan organisasi elite priyayi Jawa ini
                   sebagai akses untuk mengembangkan gerakan Muhammadiyah. Gagasan
                   pendirian Muhammadiyah sebagai organisasi justeru datang dari murid-murid
                   Ahmad Dahlan di Budi Utomo. Dengan dibentuknya organisasi gagasan
                   pembaharuan Muhammadiyah dapat terlembaga dan berkesinambungan.

                       Selain pembaharuan kurikulum, Ahmad Dahlan juga melakukan
                   pembaharuan metode pendidikan Islam. Dalam mengajarkan agama, Ahmad
                   Dahlan membuka wawasan dengan metode tanya jawab dan kebebasan
                   mengajukan pertanyaan. Pembaharuan dua arah ini sangat berbeda
                   dengan pendidikan tradisional  yang hanya satu arah. Metode pendidikan
                   tradisional tidak memberikan  keleluasaan kepada murid untuk bertanya


               [30]    K.H. Ahmad Dahlan
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37