Page 12 - Revitalisasi Fasilitas Bimbingan dan Konseling di Sekolah
P. 12
Sementara itu hambatan yang bersifat eksternal yaitu berupa: masih
adanya anggapan bahwa layanan bimbingan dan konseling dapat dilakukan
oleh siapa saja, anggapan bahwa bimbingan dan konseling hanya untuk
orang yang bermasalah saja, keberhasilan layanan bimbingan dan konseling
tergantung kepada sarana dan prasarana, konselor saja yang harus aktif
sementara konseli harus/boleh pasif, menganggap hasil pekerjaan bimbingan
dan konseling harus segera terlihat, dan masih adanya anggapan bahwa guru
pembimbing di sekolah sebagai seorang satpan atau polisi sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Sari, dkk. (2013) ada beberapa
faktor penghambat pelaksanaan program bimbingan dan konseling, faktor-
faktor tersebut yaitu: (1) penyusunan program bimbingan dan konseling
belum sesuai dengan aspek-aspek dasar penyusunan program BK. (2) latar
belakang pendidikan tidak sesuai dengan profesi sebagai guru BK. (3) sarana
dan prasarana adalah faktor dominan yang menjadi penghambat pelaksanaan
layanan BK, dan (4) kurangnya kerja sama antar personalia pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Disamping itu juga banyak ketidakpuasan pengguna layanan konseling
ditujukan pada kinerja konselor dan guru pembimbing di lapangan.
Penelitian Supriadi, pada umumnya mendukung fenomena tersebut dengan
menemukan fakta sebagian orang tua (38%) belum mengakui signifikansi
dari eksistensi program bimbingan dan konseling (BK), karena alasan kurang
profesionalnya para guru pembimbing dalam menjalankan tugas (Anggraini,
2016).
Fenomena yang biasanya sering terjadi adalah dimana lingkungan sekolah
yang kurang bersahabat dengan siswa diataranya ruang belajar yang kurang
memenuhi syarat, kurangnya kebersihan di sekolah, peralatan yang kurang
memadai, udara yang panas, lingkungan sosial mapun alamiah dan kualitas
5

