Page 15 - CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah
P. 15
Dengan diam-diam si Simpei memperhatikan orang-orang yang
di sekitarnya. Karena minimnya penerangan ia sendiri baru sadar
ternyata tidak ada satu pun orang yang bersamanya yang ia kenal.
Pelan-pelan Simpei memegang gabah yang tadinya ia ambil di dekat
dua perempuan yang tidak ia kenali itu dan merasakan gabah yang ia
pegang semua terasa basah. Meskipun penerangan cahaya sangat
minim tetapi Simpei masih bisa melihat warna gabahnya yang
berwarna kemerahan. Saat itu pula jantung Simpei sudah tidak bisa
dikendalikan dan mulai berdetak dengan kencang. Dengan berhati-
hati Simpei menoleh ke arah dua orang perempuan dan warga
lainnya. Jantung Simpei semakin berdetak kuat karena banyak
kejanggalan yang ia lihat. Mulai dari gabah yang berwarna merah
sampai bentuk alu yang tidak terlihat seperti kayu tetapi terlihat
lentur.
“Bentuk alunya kenapa seperti itu, ya”. Ujar Simpei pada dirinya
sendiri.
Salampak tiba-tiba terbangun dan mencari Simpei tetapi tidak
ada di sampingnya. Ia pikir Simpei sudah pindah ke tempat tidurnya.
Dengan pelan ia pun berjalan menuju tempat tidurnya. Semakin
malam angin semakin berhembus kencang yang mana dapat
diperkirakan jam menunjukkan pukul 1 dini hari. Akhirnya, si
Salampak tidur kembali bersama para warga.
Simpei berusaha menenangkan jantungnya agar tetap tenang
tetapi susah dikendalikan. Merahnya warna padi mengingatkan ia
akan kejadian yang sering dialami oleh warga di sekitarnya,
menjadikan ia semakin diselimuti rasa takut. Dengan berhati-hati ia
izin pamit kepada dua perempuan yang tidak dikenalnya dengan
alasan mau mengambil air minum.
4 | CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah