Page 12 - Bimbingan Spiritual Logoterapi Kearifan Lokal
P. 12

Bimbingan Spiritual: Logoterapi Kearifan Lokal

              dalam memahami sesuatu yang berada di luar jangkauan fisik
              dan rasio kamanusiaan.
                  Dimensi spiritualitas dalam aktivitas konseling menjadi
              cukup  signifikan,  karena  konseling  merupakan  aktivitas  yang
              fokus pada upaya membantu  (building relationship)  individu/
              klien dengan segala potensi dan keunikannya untuk mencapai
              perkembangan yang optimal. Sementara itu dimensi spiritualitas
              berfungsi sebagai radar yang mengarahkan pada suatu titik
              tentang realitas, bahwa terdapat  aspek-aspek  kompleks  pada
              diri individu yang tak terjangkau untuk ditelusuri dan dijamah,
              serta menyadarkan bahwa aspek hidayah hanya datang dari Sang
              Penggenggam kehidupan itu sendiri.Dimensi  pada  akhirnya
              menjadi penting pada aktivitas konseling, yang berupa motivasi
              untuk semakin konsisten dengan profesi yang ditekuni dan
              menimbulkan kobaran api semangat untuk membantu individu/
              klien dengan penuh keikhlasan, serta menciptakan nilai-nilai luhur
              keyakinan pada aktivitas bantuan yang dilakukan dalam bentuk
              empati, perhatian, dan kasih sayang.
                  Hal utama kaitan dimensi spiritualitas dalam konseling
              adalah upaya memandang sebagai bagian  dari  proses
              kepentingan  pembinaan  tersebut. Oleh  karena  itu,  dimensi
              spiritual  dalam  bimbingan  konseling selalu  mengutamakan
              hakekat  manusia.  Sebagai keilmuan yang mengkaji tentang
              hubungan  kemanusiaan,  maka bimbingan dan konseling
              memiliki pandangan tentang dimensi  kemanusiaan.  Djawad
              Dahlan (2002) memaparkan dimensi kemanusiaan  dalam
              perspektif bimbingan dan konseling sebagai berikut:
                 1.  Pandangan yang menganggap manusia sebagai makhluk
                    yang  pada dasamya bersifat deterministik, pesimistik,
                    mekanistik dan reduksionalistik. Menurut pandangan ini,
                    individu  dipan-dang  tidak  mampu  meraih  kebebasan
                    susila, karena segala gerak dan ucapnya dipandang datang
                    dan ditentukan oleh dorongan-dorongan  instinktif  yang
                    tidak  terbendung,  tidak  dapat dikendalikan dan bahkan
                    tidak  mungkin  untuk  dikenal.  Segala  perilaku  manusia,

                                                                   5
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17