Page 134 - Menelisik Pemikiran Islam
P. 134
di Al-Azhar, yang cara mengajarnya sangat kuno dan cara
berpikir yang sangat terikat. Ia membuat revolusi dalam
pelajarannya. Pelajaran diajarkan dua tahun dalam sekolah
agama olehnya dipelajari dengan cara modern.
Di Cairo pada waktu itu sedang berkembang perhatian
terhadap kebudayaan kuno atau klasik dan terhadap ilmu
alam dan sejarah, yang menimbulkan suatu gerakan atau
getaran jiwa baru. Dalam suasana seperti itu Abduh
mencurahkan perhatiannya terutama kepada gerakan
tarekat, menjalankan latihan-latihan serta banyak
menjauhkan diri dari kesibukan masyarakat.
Muhammad Abduh dan kawan-kawan berkesempatan
berdialog dengan tokoh pembaharu, Jamaluddin Al-Afghani
(1870). Disinilah awal perkenalan Muhammad Abduh
dengan Al-Afgani yang kemudian menjadi gurunya pula.
Melalui Jamaluddin, Muhammad Abduh mendalami
pengetahuan tentang Filsafat, matematika, teologi, politik,
dan Jurnalistik. Bidang pengetahuan yang menarik
perhatian Muhammad Abduh adalah teologi terutama
Muktazilah. Buku yang di pelajarinya adalah Syarh
Attaftazani Ala Al-Aqoid Annasafiyah (Penjelasan Taftazani
tentang Kepercayan Aliran Nasafiyah).
Karena tertarik pada pemikiran Muktazilah,
Muhammad Abduh lalu dituduh ingin menghidupkan
kembali aliran ini. Atas tuduhan ini ia dipanggil Syekh Al-
Laisi, tokoh ulama, penentang muktazilah. Ketika ditanya
apakah ia akan memilih Muktazilah, dijawabnya dengan
tegas ia tidak bermaksud taklid kepada aliran manapun dan
kepada siapa pun. Ia ingin menjadi pemikir bebas. Peristiwa
ini nyaris membuatnya gagal memperoleh ijazah Al-Azhar.
Menelisik Pemikiran Islam | 127