Page 112 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 112
Menurut Al-Ghazali, (hati) ibarat cermin yang mampu
menangkap marifat keTuhanan. Kemampuan hati tersebut
tergantung kepada bersih dan beningnya hati itu sendiri.
Apabila ia dalam keadaan kotor atau penuh debu dosa maka
ia tak akan menangkap marifat itu.
Metode pencapaian yang digunakan adalah metode
kasyif. Dengan kasyif yaitu terbukanya dinding yang
memisahkan antara hati dengan Tuhan karena begitu bersih
dan beningnya hati tersebut, maka terjadi musyahadah yang
hakiki. Ibarat seseorang bukan hanya mendengar cerita
tentang sebuah rumah tetapi ia sudah berada dalam rumah
itu menyaksikan dan merasakannya.
Seorang sufi yang sudah dalam maqam demikian, ia
tidak memandang selain Allah dan tidak tahu selain dia. Yang
disaksikannya dalam wujud dan hanyalah dia dan ciptaan-
ciptaannya. Dalam keadaan demikian seorang sufi
mengesakan Allah dengan sebenarnya dan ia tidak melihat
kecuali dia. Dengan kata lain, sufi dengan keadaan demikian
sudah memulai dalam keadaan fana dalam tauhid.
Membicarakan masalah fana maka menurut Al-Ghazali,
pembicaraan itu telah memasuki ilmu mukasyafah. Ilmu
yang tertinggi ini tidak layak untuk dibicarakan dan ditulis
karena dapat membawa salah faham atau karena
ketidakmampuan dalam memahaminya. Tetapi yang jelas
menurut Al-Ghazali keadaan fana dalam tauhid bukan dalam
bentuk ittihad atau hulul. Menurut Al-Ghazali ilmu
mukasyafah hanya menggunakan simbol atau isyarat dan
semuanya itu hanya dapat dipahami dengan baik bagi
mereka yang telah memasuki tasawuf secara mendalam dan
berkesinambungan serta beroleh maqamat dan ahwal yang
memadai tanpa harus dituliskan lagi.
Bibliosufistik | 99