Page 170 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 170

ULBAH BIN ZAID, SANG FAKIR MULIA DENGAN
                          KEDERMAWANAN YANG LUAR BIASA


                “Ya Alloh, engkau perintahkan kami untuk berjihad, engkau
                 perintahkan kami untuk berangkat ke Tabuk, sedangkan
                engkau tidak memberikan aku sesuatu apapun untuk bekal
                  berangkat berperang bersama Nabi shallallohu ‘alaihi
                      wasallam-Mu, maka malam ini saksikanlah ya
                 Alloh…sesungguhnya aku telah bersedekah kepada setiap
                muslim dari perlakuan zhalim mereka terhadap diriku, Dan
                    berkatalah orang-orang munafiq: ‘janganlah pergi
                berperang di musim panas ini’. Katakanlah (ya Muhammad)
                  api neraka jahannam lebih panas, jika saja mereka mau
                                      mengerti”
                   Ulbah  bin  Zaid,  bukanlah  termasuk  sahabat  Nabi
               Muhammad  shallallohu  ‘alaihi  wasallam  yang  terkenal
               sebagaimana Abu Bakar dan Umar. Pada kisah hidupnya kita
               akan  melihat  potret  kedermawanan  si  faqir.  Bagaimana
               seorang  faqir bisa  disebut  dermawan?  bukankah  biasanya
               kata  dermawan  disematkan  kepada  orang  yang  cukup
               hartanya lalu dia bersedekah dan berinfaq dengan hartanya
               itu?

                   Sekitar bulan  Sya’ban  di tahun  9  H,  ketika itu  musim
               paceklik  sedang  melanda  kota  Madinah  dan  sekitarnya,
               perekonomian  kaum  muslimin  juga  sedang  sulit-sulitnya,
               musim panas sedang berada di puncaknya, angin di musim
               itu  juga  membawa  hawa  panas,  debu-debu  beterbangan
               mengotori  atap-atap  dan  halaman  rumah  penduduk  kota
               Madinah. Kulit serasa diiris, mata perih seperti perihnya luka
               yang diteteskan dengan air cuka. Di musim panas sepert itu
               biasanya  penduduk  kota  Madinah  lebih  suka  menetap  di
               rumah, atau tinggal di kebun-kebun mereka sambil memetik

                                                       Bibliosufistik | 157
   165   166   167   168   169   170   171   172   173   174   175