Page 177 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 177
Tidak lama kemudian datang pula Abdurahman bin Auf
sang dermawan, membawa 200 uqiyah perak, datang pula
‘Abbas bin Abdul Mutholib paman Nabi shallallohu ‘alaihi
wasallam, Tholhah bin ‘Ubaidillah, Sa’ad bin Ubadah,
Muhammad bin Maslamah, yang mereka semua berinfaq di
depan mata Ulbah bin Zaid. Dia juga melihat kedatangan
orang-orang yang kurang berada membawa infaq
semampunya, dimulai oleh ‘Ashim bin Adiy mebawa 70
wasaq kurma, ada yang membawa dua mud bahkan satu
mud kurma, tidak satu pun kaum muslimin yang tidak
memberi kecuali kaum munafiqin. Alloh pun menyindir
mereka: “(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang
mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan
sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh
(untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka
orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan
membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab
yang pedih. (QS. At Taubah 79)
Apa yang dirasakan oleh Ulbah selain kesedihan yang
sangat. Apa yang bisa diperbuat sementara ia tidak punya
apa-apa, sementara orang berbondong berinfaq. Melihat hal
itu pulanglah Ulbah membawa semua kesedihannya. Di
zaman sekarang ribuan jutaan orang membawa kesedihan
dunia, Ulbah pulang membawa kesedihan karena teringat
akhirat. Adakah di zaman sekarang ini sosok seperti Ulbah.?
Memikirkan kemana nanti hendak dia di tempatkan di
akhirat, apakah di surga ataukah neraka, kalau ternyata di
surga di tempat yang mana, di tingkatan ke berapa dan
bersama-sama siapa?
Ketika senja telah beralu dan malam pun tiba, Ulbah
berusaha memejamkan matanya, tapi bagaimana mau
dipejamkan matanya sementara hati masih berdebar-debar,
pikiran masih galau, apa yang bisa dilakukannya selain
164 | Asep Solikin